KELOMPOK 5 : 1.
Sisgalesa duta azizah
2. Yunita sari
MAKUL : aswaja
PRODI : MPI 2
AMALIAH SEPUTAR
SHOLAT
1.
Pujian sebelum sholat
Pujian
berasal dari bahasa jawa yg artinya sanjungan hamba kpd Allah SWT, lalu
dijadikan sbg istilah khusus kaum nahdliyin yg biasanya dilakukan setelah adzan
sebelum sholat berjama’ah dilaksanakan.
Jadi yg dimaksud dg pujian adalah membaca dzikir atau syair sanjungan hamba kpd Allah secara bersama-sama sebelum sholat berjama’ah dilaksanakan.
Dalam prakteknya, kamu nahdliyin biasanya menggunakan kalimat-kalimat pujian itu dalam bentuk:
Jadi yg dimaksud dg pujian adalah membaca dzikir atau syair sanjungan hamba kpd Allah secara bersama-sama sebelum sholat berjama’ah dilaksanakan.
Dalam prakteknya, kamu nahdliyin biasanya menggunakan kalimat-kalimat pujian itu dalam bentuk:
1.
Melantunkan sifat2 Allah. Allah Wujud
Qidam Baqo’….ila akhirihi
2. Sholawat Nabi dan do’a mohon keselamatan.
3. Ungkapan kalimat dlm bentuk ajaran / pesan moral para kekasih Allah (seperti Wali songo). Misal: Tombo ati iku limo sakwernane……ila akhirihi
Hal ini dilakukan karena ingin memanfaatkan waktu, dari pada mereka hanya sekedar ngobrol tidak ada gunanya untuk menanti datangnya imam jama’ah
2. Sholawat Nabi dan do’a mohon keselamatan.
3. Ungkapan kalimat dlm bentuk ajaran / pesan moral para kekasih Allah (seperti Wali songo). Misal: Tombo ati iku limo sakwernane……ila akhirihi
Hal ini dilakukan karena ingin memanfaatkan waktu, dari pada mereka hanya sekedar ngobrol tidak ada gunanya untuk menanti datangnya imam jama’ah
2.
Hukum membaca pujian sebelum
sholat :
Berpijak dari isi baca’an dlm pujian itu berupa dzikir, sholawat, dan nilainya yg mengandung banyak dakwah Islamiyah, maka hokum mengamalkan pujian-pujian sebelum sholat berjama’ah adalah mubah, bahkan sunnah, sebab memuji kepada Allah merupakan suatu anjuran yg harus dilakukan setiap waktu.
Berpijak dari isi baca’an dlm pujian itu berupa dzikir, sholawat, dan nilainya yg mengandung banyak dakwah Islamiyah, maka hokum mengamalkan pujian-pujian sebelum sholat berjama’ah adalah mubah, bahkan sunnah, sebab memuji kepada Allah merupakan suatu anjuran yg harus dilakukan setiap waktu.
3.
Hukum Membaca Qunut Subuh
Di dalam madzab
syafii sudah disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal
rekaat kedua adalah sunnah ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang
mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan
sujud syahwi.
Tersebut dalam
Al majmu’ syarah muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :“Dalam madzab
syafei disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau
tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang
sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar
as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas,
Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh
Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah
mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih,
Malik dan Daud.”
Dalam kitab
al-umm jilid I/205 disebutkan bahwa Imam syafei berkata :“Tidak ada qunut
pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka
boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”.
Imam Jalaluddin
al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :“Disunnahkan qunut
pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii
fiman hadait….hingga akhirnya”.
4. Do’a dan dzikir Mengenai
pelaksanaan
do’a dan dzikir
setelah sholat pada dasarnya tidak ada perselisihan di antara ̒ulama. Masalah
yang muncul di sekitar kita disebabkan do’a dan dzikir itu dilakukan bersama,
sebagaimana yang dilakukan Nahdliyyin. Amaliyah Nahdliyyin ini dipermasalahkan
karena menurut semenatara kelompok amaliyah tersebut tidak ada dasarnya dalam
Al-Qur’an, Hadits Nabi Muhammad SAW dan tidak termasuk amalan Salafus Shalih.
Pendapat ini tentu harus diluruskan. Dzikir dan do’a bersama memiliki beberapa
dasar yang salah satunya Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh
Ath-Thabarani dan Al-Hakim sebagai berikut :
عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ يَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. رواه الطبراني في الكبير و الحاكم في المستدرك
Artinya : Dari
Habib bin Maslamah al-Fihri RA –beliau seorang yang dikabulkan do’anya-,
berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak lah berkumpul suatu
kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdo’a, dan sebagian lainnya mengucapkan
amin, kecuali Allah pasti mengabulkan do’a mereka.” (HR. al-Thabarani dalam
al-Mu’jam al-Kabir, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Mengenai posisi imam setelah salam, banyak pendapat tentang hal tersebut. Ada yang mengatakan imam menghadap makmum, ada yang mengatakan bagian kanan badan imam mengarah ke makmum sementara bagian kirinya mengarah ke arah kiblat(untuk di Indonesia, menghadap ke Utara). Ada juga yang mengatakan imam tetap menghadap kiblat. Nah, untuk yang terakhir ini dijelaskan oleh Sayyid Abdurrahman bin Hasan bin Husain Ba Alawi dalam kitab Ghayatu Talkhish Al Murad min Fatawi ibn Ziyad Hal. 89
Mengenai posisi imam setelah salam, banyak pendapat tentang hal tersebut. Ada yang mengatakan imam menghadap makmum, ada yang mengatakan bagian kanan badan imam mengarah ke makmum sementara bagian kirinya mengarah ke arah kiblat(untuk di Indonesia, menghadap ke Utara). Ada juga yang mengatakan imam tetap menghadap kiblat. Nah, untuk yang terakhir ini dijelaskan oleh Sayyid Abdurrahman bin Hasan bin Husain Ba Alawi dalam kitab Ghayatu Talkhish Al Murad min Fatawi ibn Ziyad Hal. 89
5.
Menambah sayyidina
Adapun
shalawat yang diajarkan oleh Nabi saw. ketika sahabat menanyakan cara
bershalawat kepada beliau. Sebagaimana digambarkan dalam hadis riwayat Muslim
berikut;
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِى
مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
Allah swt. Memerintahkan kami agar bershalawat kepadamu
wahai Rasulullah, maka bagaimana kami bershalawat kepamu?. Abu Mas’ud al-
Anshari berkata; Rasulullah saw. diam sehingga….kemudian Rasulullah saw.
bersabda; Bacalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ.
Shalawat tersebut adalah jawaban atas pertanyaan sahabat,
jadi wajarlah jika beliau tidak menyebutkan gelar atau nama penghormatan disaat
menyebut namanya, yang sebenarnya sangat pantas bagi beliau. Sama halnya dengan
seseorang ketika ditanya, siapa namamu? atau bagaimana cara kami menyebut
namamu?. Bagi orang yang memiliki rasa rendah hati tidak mungki akan menjawab
dengan disertakan gelar yang dimilikinya.
Dasar Hukum Dari Dalil Aqli Kata
Sayyidina asalnya adalah Sayyid yang berarti seorang pemimpin, yang kata
kerjanya adalah Saada-Yusudu (ساد-
يسود) jika Dimuta’addikan, menjadi Sawwada
– Yusawwidu (سوّد
– يسوّد) yang berarti yang dimuliakan, yang
membawahi suatu kaum, dan mengangkat jadi pemimpin. Dengan demikian jika
mengawali shalawat kepada Nabi saw. maka itu sama halnya dengan;
memuliakan, menghormati dan mengangkat Nabi sebagai pemimpinnya. Apakah
pantas hal itu dikatakan suatu kesalahan?. Semua umat Islam mungkin akan
menjawab bahwa hal itu sangat pantas untuk dilakukan yaitu mengawali nama Rasulullah
saw. dengan kata Sayyid.
0 Komentar untuk "AMALIAH SEPUTAR SHOLAT"