MAKALAH SKI
MATERI SEJARAH WALISONGO
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata pelajaran
SKI
Disusun Oleh :
Kelompok 3 :
1.
Annas Albasith Ridho
2.
Fajar Ubayi
3.
Elsava Rama H.M
4.
Niswatus S
I. Pendahuluan
Pada abad 15 para saudagar muslim
telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka
memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini
dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid
Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan
Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa
muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para
keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa
peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama
Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman
itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi
Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon dewa
Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun
Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah
yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan
Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
II.
Rumusan
Masalah
A. Bagaimana Sejarah tentang Walisongo?
B. Bagaimana peran Walisongo dalam penyebaran dan
perkembangan Islam di Indonesia?
III.
Pembahasan
A. Sejarah Tentang Walisongo
Walisongo secara sederhana artinya sembilan orang yang
telah mencapai tingkat “Wali”, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal
babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia),
sehingga memiliki peringkat wali. Para wali tidak hidup secara bersamaan. Namun
satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan
darah juga dalam hubungan guru-murid.
Adapun penjelasan tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai
berikut:
1. Sunan Gresik (Syekh
Maulana Malik Ibrahim)
Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, dia
adalah seorang ahli tata negara yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang
ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau datang, islam sudah ada
walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang
nisannya bertuliskan tahun 1082.
Dikalangan rakyat jelata Sunan Gresik atau sering
dipanggil Kakek Bantal sangat terkenal terutama di kalangan kasta rendah yang
selalu ditindas oleh kasta yang lebih tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa
dalam Islam kedudukan semua orang adalah sama sederajat hanya orang yang
beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di sisi Allah. Dia mendirikan
pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik dan menggenbleng para
santri sebagai calon mubaligh.
Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar
tingkat kehidupan rakyat gresik semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan
mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang
dianggap sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di gresik pada tahun 882 H
atau 1419 M.
2. Sunan Ampel (Raden
Rahmat)
Raden Rahmat adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim dari istrinya bernama Dewi Candrawulan. Beliau memulai
aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat dengan Surabaya.
Di antara pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku (Sunan Giri),
Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam Bintoro, Demak), Raden Makdum
Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan dikenal sebagai Sunan Bonang),
Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.
Menurut Babad
Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Manjapahit,
bahkan istrinya pun berasal dari kalangan istana Raden Fatah, putra Prabu
Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi murid Ampel. Sunan Ampel tercatat sebagai
perancang Kerajaan Islam di pulau Jawa. Dialah yang mengangkat Raden Fatah
sebagai sultan pertama Demak. Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut mendirikan
Masjid Agung Demak pada tahun 1479 bersama wali-wali lain.
Pada awal islamisasi Pulau Jawa, Sunan Ampel
menginginkan agar masyarakat menganut keyakinan yang murni. Ia tidak setuju
bahwa kebiasaan masyarakat seperti kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya
tetap hidup dalam sistem sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk agama
Islam. Namun wali-wali yang lain berpendapat bahwa untuk sementara semua
kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena masyarakat sulit meninggalkannya
secara serentak. Akhirnya, Sunan Ampel menghargainya. Hal tersebut terlihat dari persetujuannya ketika Sunan Kalijaga
dalam usahanya menarik penganut Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat
Jawa itulah yang diberi warna Islam. Dan beliau wafat pada tahun 1478
dimakamkan disebelah masjid Ampel.
3. Sunan Bonang (Raden
Makdum Ibrahim)
Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra
Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau
dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran
Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah belajar di Psai, Aceh, Sunan Bonang
kembali ke Tuban, Jawa Timur, untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri
yang menjadi muridnya berdatangan dari berbagai daerah.
Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan
agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa
yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan. Mereka memanfaatkan
pertunjukan tradisional itu sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan
napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi
pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan tidak menyekutukannya. Setiap bait
lagu diselingi dengan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat); gamelan yang
mengirinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan
Bonang sendiri menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma, sejenis
macapat yang melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah. Sunan Bonang
wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M
4.
Sunan Giri
Sunan Giri merupakan putra dari
Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Kebesaran
Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama Sunana
Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama di
Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya
negara itu serta terlibat dalam penyerangan
ke Majapahit sebagai penasihat militer.
Sunan Giri atau Raden Paku dikenal
sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang dagangan kepada rakyat Banjar
yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa sunyi selama 40
hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai bertafakkur ia teringat pada
pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah yang tanahnya mirip
dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa Margonoto sampailah Raden
Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu dia mendirikan pondok
pesantren yang dinamakan Pesantren Giri. Tidak berselang lama hanya daam waktu
tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh Nusantara. Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau
nusantara baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau bersama
muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil yang
bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan lain-lain.
5.
Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Raden
Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan namanya adalah Raden Qasim,
putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi Raden Qasim
itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh ayahnya yaitu
Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah sebalah barat
Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban.
Di desa Jalang itulah Raden Qasim
mendirikan pesantren. Dalam waktu yang singkat telah banyak orang-orang yang
berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden Qasim mendapat
ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan kira-kira sejauh satu kilometer
dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau Surau yang sekaligus
dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di daerah itu, beliau
mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit. Dan di tempat baru itu
belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu dengan menabuh
seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu diberi ceramah
agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim
dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat
sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih
tersimpan dengan baik di museum di dekat makamnya.
6.
Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Sahid,
beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Raden Sahid
sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak
bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia
mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kpeada rakyatnya. Tapi
ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100 kali sampai
banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia
bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalau Raden Sahid
diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan kali sampai
berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan
Kalijaga.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian
dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai
kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam
seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan
tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena
pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan
Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan
ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Sunan Kudus menyiarkan agama
Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam
bidang agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika.
Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali
al-‘ilm (wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi
oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan
bahwa Sunan Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah
berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas
jasanya itu, oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah
kekuasaan) di Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut
dipindahkan ke Pulau Jawa, dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu
dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun
1549, masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus)
dan daerah sekitanya diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota
di Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural,
Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil. Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a.
Strategi pendekatan
kepada masa dengan jalan
1.
Membiarkan adat
istiadat lama yang sulit diubah
2.
Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam
3.
Tut Wuri Handayani
4.
Bagian adat istiadat
yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b.
Merangkul masyarakat
Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah
binatang suci dan keramat.
c.
Merangkul masyarakat
Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan
tempat wudlu denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas pancuran diberi arca
kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha “ Jalan
berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d.
Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan
sejarah Nabi.
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan di
Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus terukir kalimat asmaul husna
yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.[1][18]
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang
banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaab Pulau Jawa adalah Sunan
Muria. Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan
dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota
Kudus sekarang).
Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi
Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu
menggunakan cara halus, ibarat menganbil ikan tidak sampai keruh airnya. Muria
dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang,
nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan
kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang
menciptakan tembang Sinom dan kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa
dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan
sebagainya.
Lewat tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria
mengajak umatnya untuk mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan Muria
lebih senang berdakwah pada rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Cara dakwah
inilah yang menyebabkan suna Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwak tapa
ngeli yaitu menghanyutkan diri dalam masyarakat.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang dari Walisongo
yang banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah
Jawa Barat; juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah.
Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Setelah selesai menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia
berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal
dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk
meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif
gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif Hidayatullah
dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan putri Cakra Buana Nyi
Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra Buana yaitu pada tahun
1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam dilakukannya melalui
diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran,
Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum menganut agama
Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
B. Peran Walisongo dalam Penyebaran dan Perkembangan Islam di Indonesia.
Sejarah
walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses
gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas. Dengan didukung
penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, agama Islam kemudian dianut oleh sebagian
besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Islam
benar-benar menjadi agama yang mengakar.
Para wali ini mendirikan
masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama.
Konon, mengajarkan agama di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan
tertua di Jawa yang sifatnya lebih demokratis. Pada masa awal perkembangan
Islam, sistem seperti ini disebut ”gurukula”, yaitu
seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa murid yang duduk di
depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh
Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, ibadah, masalah moral
juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, dan bela diri.
Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu dewan da’wah
atau dewan mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi atau wafat
maka akan segera diganti oleh walilainnya. Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain.
Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang
sangat penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15.
Adapun peranan walisongo dalam penyebaran agama Islam antara lain:
1.
Sebagai
pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum banyak mengenal
ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
2. Sebagai
para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama Islam di masa
hidupnya.
3. Sebagai
orang-orang yang ahli di bidang agama Islam.
4. Sebagai
orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah kepada-Nya,
sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
5. Sebagai
pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing, yang mempunyai
jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat Islam.
6. Sebagai
guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para muridnya.
7. Sebagai
kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
8. Sebagai
tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Para Walisongo adalah intelektual
yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasan dalam
beragam bentuk manifestasi peradapan baru masyarakat jawa, mulai dari
kesehatan,bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan,
hingga ke pemerintahan.
Darimana para Walisongo tersebut,
pada umumnya terdapat sembiln nama. Yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang
paling terkenal, yaitu :
1.
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
2.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
3.
Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)
4.
Sunan Drajat (Raden Qasyim)
5.
Sunan Kudus(Ja’far Shadiq)
6.
Sunan Giri (Raden Paku)
7.
Sunan Kalijaga (Raden Said)
8.
Sunan Muria (Raden Umar Said)
9.
Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah)
B. Kesimpulan
Kami menyadari, makalah ini jauh
dari kata sempurna, oleh karena itusaran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun, sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmt,taufiq,dan hidayah-Nya kepada
kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami dengan judul “Walisongo”
ini dengan tepat waktu.
Penyusun menyadari bahwa dalam penusunan
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih memerlukan banyak perbaikan.
Untuk itu kami mengharap kritik, dan saran bersifat membangun untuk
menyepurnakan maskalah ini.
Pada kesempatan ini, dengan tulus ikhlas
penyusun menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua, Bapak/Ibu
guru dan teman-teman yang telah memberikan partisipasinya. Baik dalam bentuk
moril maupun materiiluntuk keberhasiln dalam menyusun makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Amiiin
0 Komentar untuk "MAKALAH SKI MATERI SEJARAH WALISONGO"