Pengaruh Metode Wafa terhadap tingkat hafalan siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Tahun Pelajaran 2017-2018?

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Quran merupakan himpunan wahyu Allah, Dzat Maha Pencipta alam semesta, yang ditujukan bagi seluruh ummat manusia. Di dalamnya terkandung pesan-pesan Ilahi kepada manusia, oleh karenanya Al-Quran berkedudukan sangat penting bagi kita semua. Agar dapat menyerap intisari pesan yang diakandungnya, maka setiap orang seyogyanya memahmai Al-Quran secara mendalam dan rinci.
Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
“ Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Qs. A-Qamar (54): 17)
Kata lidzikri  artinya untuk di ingat, dihafalkan, dan difahami. Imam Qurtubi mengatakan tentang ayat fahal min mudzakki- bahwa mereka mempermudahnya untuk dihafal dan membantu orang yang mau menghafalnya. Jika orang mau menghafalkannya. Maka Allah SWT akan membantunya. Allah SWT yang telah menurunkan ayat ini, menunjukkan betapa agungnya orang-orang yang menjaga Al-Quran dalam hatinya. [1]
Saat-saat ini dunia pendidikan sering dihebohkan oleh perilaku menyimpang murid-muridnya. Kasus-kasus perilaku yang sering dilakukan pelajar umumnya seputar pelanggaran moral. Sejatinya pelanggaran moral yang terjadidi masyarakat tidak hanya dilakukan oleh pelajar saja. Hampir setiap hari kita menyaksikan penyimpangan standar moral, seperti tindak kekerasan, pemerasan, pelecehan seksual, kecurangan dalam ujian, penggunaan ijazah palsu, perkelahian missal, geng motor, perusakan tempat ibadah, praktik suap, korupsi, aborsi, pembunuhan sadis dan lain-lainnya.
Dalam sosiologi, pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai alih pengetahuan, tetapi juga memegang fungsi menyaring dan menyeleksi anak didik untuk bias mengemban beban sosial. Penyaringan ini tentu berdasar dari kemampuan anak atas penguasaan ilmu pengetahuan, kompetensi, termasuk di dalamnya adalah moral.
Selama ini guru hanya melakukan penilaian berdasarkan kemampuan kognitif-akademik saja, sementara aspek moral di abaikan. Karena memang hanya nilai akademik yang dipandang objektif dan menjadi dasar kenaikan kelas atau lulus dari tingkat jenjang pendidikan tertentu. Sementara faktor moral dianggap sebagai subjektif dan karena itu tidak menjadi pertimbangan menaikkan atau meluluskan siswanya.[2]
Kualitas sekolah merupakan salah satu pilihan penting bagi para orangtua dimana sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah. Seperti dalam aplikasi sebuah Sekolah Islam Terpadu yaitu sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif atau Psikomotorik. [3]
Sekolah Islam Terpadu Harapan Ummat Ngawi termasuk salah satu contoh sekolah yang mewajibkan menambah hafalan Al Quran pada siswa siswinya. Mereka berupaya mendidik peserta didik menjadi anak yang berkembang kemampuan akal dan intelektualnya,meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT, terbina akhlak mulia, dan juga memiliki kesehatan, kebugaran dan keterampilan dalam kehidupannya sehari – hari.
Para ahli sebelumnya telah menciptakan beberapa metode baca Al-Quran untuk mendukung dan memudahkan dalam membaca, maupun menghafal A-Quran. Di Indonesia saat ini terdapat jenis-jenis metode belajar Al Quran seperti Baghdadiyah, metode Iqra’, Al-Barqy, Qiro'ati, metode Jibril, Quantum Reading Qur'an (QRQ), Ummi, Wafa dan sebagainya. Pada dasarnya materi yang disampaikan sama, namun setiap metode menyajikan dengan sistem, cara dan metode yang berbeda.
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam  maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab itu, penulis membatasi diri hanya meneliti Metode Wafa saja.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Metode Wafa?
2.      Bagaimana Pengaruh Metode Wafa terhadap tingkat hafalan siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Tahun Pelajaran 2017-2018?
A.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui apakah metode Wafa itu
3.      Untuk mengetahui Bagaimana Pengaruh Metode Wafa terhadap tingkat hafalan siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Tahun Pelajaran 2017-2018
B.     Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian dalam pembahasan ini adalah :
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi ;
1)      Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan metode belajar Al-Quran
2)      Manfaat praktis
a.       Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai Metode Wafa terhadap tingkat hafalan Al-Quran, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
b.      Bagi Lembaga Pendidikan
1.      Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas belajar maupun menghafal Al-Quran, termasuk para pengajar yang ada di dalamnya.
2.      Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.
c.       Bagi Ilmu Pengetahuan
1.      Menambah khazanah keilmuan tentang Metode Wafa terhadap para guru maupun orang tua
2.      Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan.  
d.      Bagi peneliti berikutnya 
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.






BAB II
LANDASAN TEORI
1)      Kerangka Teori
1)      Metode
Menurut Uhbiyati (1992:126) istilah metode secara sederhana sering diartikan cara yang cepat dan tepat, secara etimologis, kata metode berasal dari kata meta dan hodos yang sering diartikan dengan melalui dan jalan dalam mengerjakan sesuatu.[4]
Jadi metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik. Metode berasal dari kata methodos dalam bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan.
Sudjana (2005: 76) berpendapat bahwa metode merupakan perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu. Pendekatan bersifat aksiomatis yaitu pendekatan yang sudah jelas kebenarannya, sedangkan metode bersifat prosedural yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-langkah.
Metode bersifat prosedural maksudnya penerapan dalam pembelajaran dikerjakan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap yang dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
2)      Metode Wafa
a)      Sejarah Metode Wafa
Al-Qur’an telah terbukti dalam waktu cepat menjadi sumber perubahan peradaban bangsa. Hanya 23 tahun bangsa Arab yang tandus menjadi bangsa yang beradab. Karena cara berinteraksi Rasulullah dan Sahabat yang komprehensif terhadap Al-Qur’an, yaitu Tilawah, Tafhim, Tathbiq, dan Tahfidz. Cara mereka inilah yang pada di terjemahkan kedalam kurikulum pendidikan dengan mimpi akan lahir generasi Ahli Al-Qur’an yang tidak sekedar pandai baca, namun juga hafal dan paham terhadap apa yang dibaca, dan dengan sebab paham tersebut akhlaqnya pun menjadi Qur’ani.
Perubahan dunia sangat begitu cepat, maka perlu didesain pola pembelajaran yang ramah anak dan menyenangkan, sehingga murid menjadi senang belajar Al-Qur’an, rindu bertemu guru Al-Qur’an, serta gemar membaca Al-Qur’an tanpa dipaksa orang tua.
Metode Wafa merupakan lembaga pelayanan masyarakat di bidang pendidikan Al-Qur’an. Tujuannya memberikan pelatihan dan konsultasi untuk membangun dan mengembangkan “Sistem Pembelajaran Al-Qur’an” yang berkualitas di berbagai lembaga pendidikan di seluruh Indonesia.
Metode Wafa ini pertama kali diciptakan pada 20 Desember 2012 dengan SK. MENKUMHAM RI AHU-0009627.AH.01.04 tahun 2015. Pendirinya adalah Muhammad Shaleh Drehem, Lc. Lahir di Sumenep Madura pada tanggal 10 November 1963.
Saat ini beliau tinggal di Jl. Teluk Buli I/4 Perak Utara Surabaya sekaligus menjadi Ketua Dewan Pembina Yayasan Ibadurrahman (Masjid Ar-Rahmah) Teluk Buli. Gelar licence (Lc) diperoleh dari Universitas Imam Muhammad bin Saud Arab Saudi. Selain berkiprah sebagai Pendiri dan Pembina Yayasan Syafa’atul Qur’an Indonesia (YAQIN), beliau juga menjabat sebagai Ketua IKADI (Ikatan Dai Indonesia) Jawa Timur,  Konsultan Spesialis bidang Tazkiyatun nufus di beberapa majalah dan forum keislaman, narasumber di stasiun radio dan televisi baik lokal maupun nasional, serta penggiat dakwah qur’ani di Jawa Timur.
Menurut beliau metode Wafa mampu menghadirkan sistem pembelajaran Al-Quran Metode Otak Kanan “WAFA” yang bersifat komprehensif dan integratif dengan metodologi terkini yang dikemas mudah dan menyenangkan.
Tiga bagian otak dibagi menjadi dua belahan kanan dan belahan kiri. Dua belahan ini lebih dikenal dengan istilah otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak bertanggung jawab terhadap cara berfikir, dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.
Cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistic. Cara berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal seperti perasaan, emosi, kesadaran yang berkaitan dengan perasaan, pengenalan bentuk, pola, musik, seni, kepekaan warna kreativitas dan visualisasi. Di sisi lain salah satu kelebihan otak kanan yaitu lebih bisa menyimpan memori dalam jangka panjang. Metode Wafa atau otak kanan ini diharapkan akan tercipta pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.
b)      Visi Misi Wafa
1.      Visi
Melahirkan ahli Al-Qur'an sebagai pembangun peradaban masyarakat qur'ani di Indonesia.
2.      Misi
a)      Mengembangkan model pendidikan Al Qur’an 5T 7M yang Komprehensif, Mudah & Menyenangkan
b)      Melaksanakan standarisasi mutu lembaga pendidikan Al Qur’an
c)      Mendorong lahirnya komunitas masyarakat Qur’ani yang membumikan Al Qur’an dalam kehidupannya
d)      Menjalin kemitraan dengan pemerintah untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang Qur’ani
c)    Sistem Pendidikan Metode Wafa
1.      Pendidikan Al-Qur’an WAFA yang mencakup lima keterampilan dalam bidang Al-Qur’an. Dengan itu, murid tidak hanya sekedar bisa mengaji, melainkan mampu membumikan Al-Qur’an. Yakni dengan :
a)      Tilawah (Membaca & Menulis Al Qur'an)
b)      Tahfidz (Menghafal ayat-ayat Al Qur'an)
c)      Tarjamah Menerjemahkan ayat-ayat Al Qur'an)
d)      Tafhim (Memahami makna ayat-ayat Al Qur'an)
e)      Tafsir (Menafsirkan makna ayat-ayat Al Qur'an)

2.      Metode Wafa membangun Sistem Manajemen Mutu pembelajaran Al-Qur’an di lembaga mitra dengan menerapkan tahapan 7M, yaitu :
a.       Memetakan Kompetensi Guru Al-Qur’an (Tashnif)
b.      Memperbaiki Kualitas Guru Al-Qur’an (Tahsin)
c.       Menstandardisasi proses pembelajaran (Sertifikasi)
d.      Mendampingi Implementasi (Coaching)
e.       Mensupervisi, Monitoring, dan Evaluasi
f.        Munaqosyah (Ujian Akhir)
g.      Mengukuhkan (Awarding)
c.    Layanan Program
·         Pelatihan Guru Al-Quran WAFA Metode Otak Kanan,
Target :
1)      Kemampuan Al-Qur’an peserta terpetakan.
2)      Peserta memahami cara Mengajar Al-Quran yang standar dan menyenangkan dengan metode otak kanan.
3)      Peserta memahami manajemen pengelolaan pembelajaran Al-Qur’an di lembaga pendidik.
·         Durasi Waktu : 3 hari
Waktu : Pukul 07.30 - 16.30 WIB
Peserta : Maksimal 60 Orang
·         Pendampingan Berkelanjutan
1)      Pelatihan Quantum Tahsin dan Tajwid (Perbaikan Makharijul Huruf dan Tajwid)
2)      Coaching (Pendampingan Implementasi)
3)      Supervisi (Penjagaan Mutu & Evaluasi)
4)      Munaqasyah (Uji Akhir Murid)
5)      Pengukuhan (Mendampingi Lembaga untuk Uji Publik Murid)
d.    Perangkat Pembelajaran
·         Buku Tilawah KB/TK : Mengenalkan Huruf Hijaiyah
·         Buku Tilawah 1-5
1)      Buku Tilawah 1 : Makharijul huruf
2)      Buku Tilawah 2 : Bacaan panjang dua harakat
3)      Buku Tilawah 3 : Bacaan dengan tekan (sukun & tasydid)
4)      Buku Tilawah 4 : Bacaan dengung dan fawatih as-suwar
5)      Buku Tilawah 5 : Bacaan jelas, qalqalah & tanda baca
·         Buku Menulis 1 – 5
1)      Buku Menulis 1 : Menebali & menulis huruf hijaiyah tunggal
2)      Buku Menulis 2 : Menulis huruf tunggal bersambung
3)      Buku Menulis 3 : Mengurai kalimat menjadi huruf
4)      Buku Menulis 4 : Menyambung huruf-huruf menjadi kalimat
5)      Buku Menulis 5 : Menulis Ayat
·         Buku Tilawah, Tajwid, & Ghorib : Kompilasi materi buku 1-5 berbasis makharijul huruf, Tajwid, dan Ghorib
·         Buku Tajwid : Hukum-hukum bacaan tajwid
·          Buku Ghorib : Bacaan ghorib musykilat
·         CD Buku Tilawah dan Juz 30
·         DVD Hafalan Juz 28, 29, 30
·         Buku Panduan Guru : Panduan Mengajar Al-Qur’an Wafa[5]
e.    Metode baca Al-Quran lainnya
1)      Metode Baghdadiyah kerap disebut dengan metode eja. Berasal dari Baghdad masa pemerintahan khalifah Bani Abbasiyah, metode ini sudah seabad lebih berkembang di Indonesia. Secara umum, dalam metode ini seluruh huruf hijaiyah ditampilkan utuh dalam tiap langkah.
2)      Metode lain, metode Iqra’ yang disusun As’ad Humam dari Yogyakarta. Metode ini juga berkembang dan menyebar merata di tanah air. Metode Iqra’ terdiri dari enam jilid dengan variasi warna cover yang memikat perhatian anak TK Al-Qur'an.
3)      Metode Al-Barqy yang dinilai sebagai metode cepat membaca Al-Qur'an paling awal. Mulanya, metode yang ditemukan dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, Muhadjir Sulthon pada 1965 ini diperuntukkan bagi siswa SD Islam At-Tarbiyah, Surabaya. Ternyata siswa yang belajar metode inipun lebih cepat mampu membaca Al-Qur'an. Muhadjir lantas membukukan metodenya pada 1978, dengan judul Cara Cepat Mempelajari Bacaan Al-Qur'an Al-Barqy.
4)      Metode Qiro'ati, ditemukan KH Dachlan S. Zarkasyi dari Semarang. Metode yang disebarkan sejak awal 1970-an ini memungkinkan siswa mempelajari Al-Qur'an dengan cepat dan mudah. Kiai Dachlan merasa metode baca Al-Qur'an yang ada belum memadai karena terlalu mengandalkan hafalan dan tak mengenalkan cara tartil. Lantas, pada 1 Juli 1986, ia menerbitkan enam jilid buku pelajaran membaca Al-Qur'an untuk anak usia 4-6 tahun.
5)      Metode Jibril, intisarinya adalah taqlid (menirukan). Dengan kata lain, siswa menirukan bacaan guru. Metode ini bersifat teacher-centris, guru sebagai sumber belajar atau pusat informasi dalam proses pembelajaran.
6)      Metode Ummi di dirikan awal tahun 2011 konsepnya yaitu meningkatkan kemampuan pengelolaan dan pembelajaran Al Qur'an yang efektif, mudah, menyenangkan dan menyentuh hati
3)   Belajar
a)      Pengertian Belajar
Gagne, dalam buku The Condition of Learning (1975) mengemukakan, bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
Berarti belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman ; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi
Jika belajar menurut Hilgard dan Bower ,belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorangn(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).
Artinya belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus realtif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang seperti pendapat Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology, belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangusng berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus menyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang , yang bisanya hanya berlangsung sementara.
Good dan Brophy mengatakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata; proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalam belajar. Jadi yang dimaksud Good dan Brophy belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal  di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru.
Hubungan-hubungan baru itu dapat berupa antara perangsang-perangsang, antara reaksi-reaksi, atau antara perangsang dan reaksi. Factor-faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan proses belajar ialah : kematangan, penyesuaian diri/adaptasi, menghafal/mengingat, pengertian, berpikir, dan latihan.[6]
Dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefnisikan makna belajar. Namun, secara eksplisit maupun implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi maupun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu peoses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.[7]
b)     Karakteristik belajar
Secara implisit dari keterangan di atas, kita dapat mengidentifikasi beberapa cirri perubahan yang merupakan perilaku belajar, diantaranya:
1.      Bahwa perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktek atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan; dengan demikian perubahan karena kemantapan dan kematangan atau keletihan atau karena penyakit tidak dapat dipandang sebagai perubahan hasil belajar
2.      Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normatif) atau criteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilitias dan bakan khususnya, tugas perkembangan, dan sebagainya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang dewasa sesuai dengan tingkatan standa kulturalnya)
3.      Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relative tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah, baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.[8]
c)      Proses Belajar
1)      Proses belajar dalam konteks S-O-R
S-O-R
dari definisi tentang belajar di atas paradigma belajar yang cocok untuk menggambarkan mekanisme proses perilaku belajar ialah sebagai berikut:

Atau secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut :         
                                Oẉ
S          r---------------------------------e             R

Dengan menggunakan paradigm di atas, mekanisme proses belajar dari diri siswa dapat diterangkan sebagai berikut :
a)      Tahap Pertama,(S=r-O): penerimaan input informasi
Pada tahap ini input informasi (S : penjelasan, data, masalah, pemerintah, tugas, dan sebagainya dalam bentuk tulisan/lisan, isyarat atau symbol) sampai dan diterima oleh receptor (r : panca indera), kemudian dibaca dan diseleksi atau diperhatikan oleh siswa (O : dapat dipahami, menarik, berfaedah, dan sebagainya) lalu disimpan dalam gaya ingatan (memory)-nya.
b)      Tahap kedua O: pengolahan informasi
Pada tahap ini siswa (O) (mentransformasikan informasi yang telah ada dalam memorynya kedalam bahasa yang biasa dipergunakan dalam berpikirnya) kemudian menafsirkan (informasi menurut kaidah-kaidah logikanya) barulah tugas atau masalah dipecahkan aatau dikerjakan (dengan mengasosiasikan, mendiferensiasikan, mengkomparasikan, mensubstitusikan, dan sebagainya data atau informasi yang ada) sehingga menghasilkan kesimpulan generalisasi interpretasi dan keputusan-keputusan tertentu.
c)      Tahap ketiga (O - e – R) : ekspresi hasil pengelolahan informasi
Pada tahap ini siswa memilih, menggunakan, dan menggerakkan instrument (e : mulut, tangan, kaki dan sebagainya) untuk mengekspresikan hasil pengolahan dan tafsirannya sehingga menghidupkan seperangkat pola-pola sambutan, atau : perilaku (R) sebagai jawaban atau rensponse terhadap informasi (S).
Pola-pola sambutan ini mungkin berupa lisan atau tulisan (jawaban pertanyaan kembali dan sebagainya) ataupun tindakan atau gerakan tertentu bergantung pada informasinya. Sudah barang tentu rensponse itu tidak akan tampak kalau informasi (S) tidak terolah oleh siswa (O)
2)      Proses belajar  dalam konteks : What – Why – How ?
Pola perilaku belajar dalam konteks ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan

Perilaku

Insentif
Motivasi

belajar

Tujuan
Dari gambar diatas tampak bahwa dalam konteks ini proses belajar itu berlangsung dalam tiga tahapan :
a.       Pertama, siswa merasakan adanya kebutuhan (felt needs, drive) misalnya ia ingin mengingkatkan atau mempertahankan prestasinya (competition), baik karena timbul dari dalam dirinya sendiri (intrinsic) maupun karena dorongan dari luar (extrinsic) seperti dari guru, teman, orangtua dan sebagainya.
b.      Kedua, siswa menyadari bahwa cara-cara belajar (pola-pola sambutan) yang selama ini biasanya ia gunakan (habits) atau keterampilan-keterampilan (skills) yang dimilikinya ternyata tidak memadai lagi digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan prestasinya, ia memerlukan pola-pola sambutan (perilaku) baru misalnya ia harus pandai pemanfaatan waktu seminimal mungkin dan memilih bertindak seefektif mungkin, karenanya ia sekarang harus dapat memperhatikan tanda-tanda waktu (cues) misalnya bunyi lonceng atau isyarat dari guru dan sebagainya.
c.       Ketiga, mencoba melakukan cara-cara atau pola-pola sambutan yang telah diketahui dan dipilihnya itu di dalam praktik, mungkin ia gagal atau mungkin ternyata berhasil mencapai atau mempertahankan prestasi yang diinginkannya(tujuannya); kalau ternyata berhasil, ia cenderung untuk menggunakannya kembali dalam menghadapi tantangan (challenge), situasi atau masalah (problems) yang serupa (reinforcement)
d)     Bagaimana Proses Belajar Berlangsung
Manusia dan makhluk hidup yang lain membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan melangsungkan hidupnya. Ia selalu mengadakan interaksi dengan dunia luar. Ia selalu berusaha untuk menggunakan dan mengubah dunia  luar untuk kebutuhan dirinya.
Ia selalu belajar, menyesuaikan diri dengan dunia luar. Dengan kegiatan belajar/menyesuaikan diri itu berbagai macam cara mereka pergunakan. Berikut ini uraian beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja. Dan bagaimana hubungannya dengan belajar.
1)      Belajar dan Kematangan
Kematangan (maturation) adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Suatu organ dalam diri makhluk hidup dikatakan telah matang, jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan itu datan/tiba waktunya dengan sendirinya. Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktivitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang bersangkutan.
Proses belajar terjadi karena perangsang-perangsang dari luar. Sedangkan proses kematangan terjadi dari dalam. Akan tetapi meskipun demikian janganlah dilupakan bahwa kedua proses (belajar dan kematangan) itu dalam prakteknya berhubungan sangat erat satu sama lain; keduanya saling menyempurnakan.
2)      Belajar dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan juga suatu proses belajar yang dapat merubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri itu ada dua macam :
a.       Penyesuaian diri atuoplasis, seseorang mengubah dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan/dunia luar
b.      Penyesuaian diri alloplastis, yang berarti mengubah lingkungan/dunia luar disesuaikan dengan kebutuhan dirinya.
Kedua macam penyesuaian diri ini termasuk kedalam proses belajar, karena daripadanya terjadi perubahan-perubahan yang kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia. Namun tidak semua belajar merupakan penyesuaian diri
3)      Belajar dan Pengalaman
Keduanya merupakan suatu proses yang dapat merubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan kita. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Contohnya : karena bodohnya, pengalaman-pengalamannya tidak digunakan untuk belajar; tidak digunakan untuk menambah pengalaman yang baru.
4)      Belajar dan Bermain
Dalam bermain juga terjadi belajar. Persamannya adalah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan. Yang dapat merubah tingkah laku, sikap dan pengalaman.
Akan tetapi, antara keduanya ada perbedaan. Menurut arti katanya, bermain merupakan kegiatan yang khusus anak-anak meskipun orang dewasa terdapat juga. Sedangkan belajar merupakan kegiatan umum, terdapat pada manusia sejak lahir sampai mati.
Menurut sifat perbedaanya adalah kegiatan belajar mempunyai tujuan dimana tertuju pada masa depan. Jika bermain hanya ditujukan pada situasi waktu itu saja.
5)      Belajar dan Pengertian
Ada proses belajar yang berlangsung otomatis tanpa pengertian. Seperti proses belajar yang terjadi pada hewan. Sebaliknya ada pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan sesuatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah lakunya. Belum tentu seseorang yang mengerti tentang sesuatu berarti menjalankan/bersikap sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.
6)      Belajar dan Menghafal/Mengingat
Menghafal/mengingat tidak sama dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum menajamin bahwa dengan demikian orang sudah belajar dalam arti sebenarnya. Sebab untuk mengetahui sesuatu tidak cukup dengan menghafal saja, tetapi harus dengan pengertian.
Maksud belajar ialah menyediakan pengalaman-pengalaman untuk menghadapi soal-soal di masa depan. Jika pengalaman-pengalaman itu hanya merupakansesuatu yang statis, yang tidak berguna/digunakan untuk adanya perubahan dalam tingkah laku, sikap atau pengtahuan, maka dalam hal yang demikian tidak terjadi proses belajar.
7)      Belajar dan Latihan
Persamaannya adalah bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan/proses dalam tingkah laku, sikap dan pengetahuan. Akan tetapi antara keduanya terdapat pula perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan.
          Dengan uraian 1 s/d 7 kiranya menjadi jelas bagi kita bagaimana cara-cara atau proses belajar itu berlangsung. Kita mengetahui bahwa belajar tidak hanya melatih kematangan, menyesuaikan diri, memeroleh pengalaman, pengertian atau latihan-latihan.
e)      Beberapa Teori Belajar
Untuk lebih jelas pengertian kita tentang apakah belajar itu, dan bagaimana proses belajar itu terjadi, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori belajar, yang merupakan hasli penyelidikan para ahli psikologi sesuai dengan aliran psikologinya masing-masing.
Teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain adalah :
1)      Teori Conditioning
a)      Teori Clasical Conditioning (Pavlov dan Watso)
Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori Conditioning ini adalah Pavlov seorang ahli psikologi-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan sebagai berikut :
Seekor anjingyang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya berada diluar pipinya, dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung di luar kamar.
Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang dipergunakan dalam percobaan-percobaan itu adalah makanan, lampu senter untuk menyorotkan bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat dipelajari; dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakkan dua amcam reflex, yaitu reflex wajar (unconditioned reflex) – keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan reflex bersyarat/reflex yang dipelajari (conditioned reflex) – keluar air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suati bunyi tertentu.
Sesudah Pavlov, banyak ahli-ahli psikologi lain yang mengadakan percobaan-percobaan dengan binatang, antara lain Guthrie, Skinner, Watson dan lain-lain. Watson mengadakan eksperimen-eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mula-mula tidak takut pada kelinci dibuat takut pada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (rensponse). Untuk menjadikan seseorang belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah hal belajar yang terjadi secara otomatis.[9]
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tak lain adalah hasil daripada conditioning.Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat/perangsang-perangsang terntentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.
Kelemahan dari Teori Conditioning ini adalah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis ; keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukan. Peranan lathan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar.
Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang.
Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalamhal-hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenal skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak kecil.
b)      Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bagaimana cara/metode untuk mengubah kebaisaan-kebiasaan kurang baik, berdasarkan teori conditioning. Tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi/respon dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah lakuyang terus menerus.
Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan/latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.[10]
Sebagai penjelasan kami berikan dari percobaan Pavlov sebagai berikut : Pada mulanya anjing percobaan keluar air liur ketika disodorkan makanan. Setelah berkali-kali sambil menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan sinar merah kepada anjing itu; pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar merah, anjing itu keluar juga air liurnya. Jadi, dalam hal ini terjadi asosiasi yang makin kuat antar sinar merah (stimulus) dengan keluarnya air liur (respon).
Yang penting pula diperhatikan dalam percobaan itu ialah : dapat diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu dengan stimulus yang lain. Karena itu menurut Guthrie untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, harus dilihat dalam rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan yang lain/yang seharusnya.
c)      Teori Operant Conditioning (Skinner)
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antar perangsang dan respon. Hanya perbedaanya, Skinner membuat perincian lebih jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu :
1)      Respondent response (reflexive respon); respon yang di timbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya, perangsang-perangsang demikian itu mendahului respon yang ditimbulkannya.
2)      Operant response (instrumental response); yaitu respon yang timbul dean berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinformcement stimuli atau reinforce, karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Seorang anak yang belajar (telah melakukan perbuatan) lalu mendapatkan hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar (responnya menjadi lebih intensif/kuat)
d)      Teori systematic behavior (Hull)
Seperti halnya Skinner, maka Clark C.Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teroi belajar. Prinsip-prinsip yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh apara behavioris yaitu dasar stimulus-respon dan adanya reinforcemen.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu.


3)      Teori Connectionism (Thorndike)
Menrut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organism jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dlam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
4)      Teori menurut Psikologi Gestalt.
Teori ini seringkali pula disebut field theory atau insight full learning. Melihat kepada nama teori ini dan kepada aliran psikologi yang mendasarinya, yakni psikologi Gestalt, jelas kiranya bahwa pendapat teori ini berbeda dengan pendapat teori-teori yang telah diuraikan terdahulu.
Menurut para ahli psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya.

4)   Profil SDIT Harapan Ummat
Nama Sekolah          : Sekolah Dasar Islam Terpadu Harapan Ummat
Alamat                      : Jalan S.Parman, Gg.Soka No.42 Ngawi, Beran, Kec. Ngawi, Kab. Ngawi Prov. Jawa Timur
No Telpon                 : 0351746575
Kepala Sekolah         : Hanik Farida
NPSN                       : 20554778
Status                                  : SwastA
Bentuk Pendidikan             : SD
Status Kepemilikan            : Yayasan
SK Pendirian Sekolah : 001/SK/YPSDI-HARUM/VI/200
Tanggal SK Pendirian : 2007-06-14
SK Izin Operasional : 420/3054/404.101/2012
Tanggal SK Izin Operasional : 2012-07-17
Email                         : sdit.harapan.ummat.ngawi@gmail.com
Guru                          : 18
Siswa Laki-laki         : 204
  Siswa Perempuan   : 166
 Rombongan Belajar : 15
Kurikulum                 : K-13
 Daya Listrik             : 2,000
 Luas Tanah              : 1,500 M²
Ruang KelaS             : 15 *
Laboratorium            : 0 *
Perpustakaan             : 1 *
Sanitasi Siswa           : 5 *

B.  Kajian Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Judul
Jenis penelitian
Hasilnya
1.
Ita Nur Fauziah
Studi Komparasi Metode Wafa SDIT Ar- Raihan dan metode Kibar di SDIT Salsabila 1 Baiturrahman
Field Research. Kombinasi antara Kualitatif dan Kuantitatif
Metode Wafa SDIT Ar- Raihan dan metode Kibar di SDIT Salsabila 1 Baiturrahman tergolong efektif
Perbedaannya adalah peneliti hanya meneliti ke efektifan satu Metode saja, sedangkan kami membandingkan dua Metode yaitu Metode Wafa dan Metode Ummi
2.
Afdal
Implementasi Metode Ummi dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa Kelas III B Ibnu Khaldun SD Al-Firdaus Islamic School Samarinda Tahun Pembelajaran 2015/2016
Deskriptif Kualitatif
Implementasi metode Ummi dalam pembelajaran Al-Qur’an di SD AlFirdaus
Islamic School dapat dikatakan sudah sangat efektif
Perbedaanya adalah peneliti hanya meneliti keefektifan satu metode saja yaitu Metode Ummi, jika penelitian yang kami buat adalah membandingkan dua metode
3.
Hafiz Mubarak
Upaya guru Al-Qur’an dalam mengatasi kesulitan belajar membaca Al-Qur’an di SDIT Ukhuwah Banjarmasin
Deskriptif Kualitatif
Metode Ummi sangat membantu Guru Al-Qur’an dalam mengatasi kesulitan belajar membaca Al Qur’an
pada siswa kelas III
Perbedaannya adalah peneliti membandingkan Metode Ummi dan Metode Kibar pada penelitian, namun penelitian yang kami buat adalah untuk membandingkan Metode Ummi dan Metode Wafa

F. METODE PENELITIAN
1)      Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh Metode Wafa terhadap tingkat hafalan Al-Quran Siswa Siswi Kelas II SDIT Harapan Ummat Ngawi tahun pelajaran 2017-2018.
a)      Pengertian Eksperimen
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli, dapat dipahami bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment atau perlakuan terhadap subjek penelitian.
b)      Variable Eksperimen
Variabel adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan, atau tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen. Variabel yang berkaitan secara langsung dan diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen sering disebut variabel eksperimental (treatment variable), dan variabel yang tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut variabel noneksperimental. Variabel dalam Penelitian Eksperimen
c)      Rancangan eksperimen dengan Hipotesis Metode Wafa meningkatkan tingkat hafalan Al-Quran
1)      Variable Independen (Variable Bebas); aspek dari situasi eksperimental yang dimanipulasi atau divariasikan oleh peneliti, yakni siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Ngawi yang menggunakan metode wafa,
Untuk kelompok eksperimentalnya adalah kelompok yang tidak menggunakan metode baca Al-Quran, dan kelompok kontrolnya adalah kelompok siswa siswi yang menggunakan Metode Ummi. Masing-masing kelompok eksperimental dan kelompok control akan diteliti cara menghafal dan tingkatan hafalan dalam jangka waktu dan surat apa yang telah ditentukan.
2)      Variable Dependen (Variabel Bergantung); reaksi subjek perilaku yang ingin diprediksikan oleh peneliti; berarti berapa hari masing-masing kelompok(kelompok eksperimental dan kelompok control) mampu menghafakan salah satu surat. Dan nantinya akan mengerucut menghasilkan sebuah kesimpulan dari rentetan eksperimen di atas apakah hipotesis benar atau salah.
3)      Observasi langsung oleh peneliti
Tujuan dari kegiatan observasi dalam penelitian eksperimen adalah untuk melihat dan mencatat segala fenomena yang muncul yang menyebabkan adanya perbedaan diantara dua group.
4)      Tujuan Penelitian Eksperimen; Tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari Metode Wafa terhadap tingkat hafalan Al-Quran siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Ngawi dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan metode berbeda ataupun kelompok yang tidak menggunakan metode sama sekali.
5)      Proses Penelitian Eksperimen
Langkah-langkah dalam penelitian eksperimen pada dasarnya hampir sama dengan penelitian lainnya. Menurut Gay (1982 : 201) langkah-langkah dalam penelitian eksperimen yang perlu ditekankan adalah sebagai berikut.
a)      Adanya permasalahan yang signifikan untuk diteliti.
b)      Pemilihan subjek yang cukup untuk dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
c)      Pembuatan atau pengembangan instrumen.
d)      Pemilihan desain penelitian.
e)      Eksekusi prosedur.
f)       Melakukan analisis data.
g)      Memformulasikan simpulan.
6)      desain-desain Eksperimen
a.       Control Group Posttest-Only Design
                        Ge (R)            –     X O2
Gk (R)             –     X O2

Ge       : Group Atau Kelompok Eksperimen
Gk       : Group Atau Kelompok Kontrok
R         : Prosedur Randomisasi
O         : Pengukuran Terhadap Variabel Dependen
X         : Pemberian Perlakuan
b.      Pretest-Posttest Control Group Design
Ge (R)       O1        X O2
Gk (R)        O1         -  O2
c.       Solomon Four-Group Design
Ge (R)       O1        X O2   [1]
Gk (R)        O1         -  O2   [2]
Ge (R)       -           X O2   [3]
Gk (R)        -            -  O2   [4][11]

2)      Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yaitu ruang kelas dan mushola SDIT Harapan Ngawi
2.      Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih selama satu bulan, yaitu tanggal 19 Maret sampai dengan tanggal 30 Maret 2018. Desain penelitian dengan pendekatan kuantitatif memberikan keuntungan pada kecepatan pengumpulan data. Hal ini dimanfaatkan peneliti agar dapat berfokus melaksanakannya dalam waktu yang seefisien mungkin
3.      Subyek Penelitian
Penelitian ini menggunakan subyek Penelitian pada penelitiannya yaitu kelas II A dan B SDIT Harapan Ummat Ngawi, serta guru dan wali murid sebagai pendukung penelitian kami.
3)      Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi menggambarkan berbagai karakteristik subjek penelitian untuk kemudian menentukan pengambilan sampel. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka penentuan populasi dalam penelitian ini adalah Siswa Siswi Kelas II SDIT Harapan Ummat Ngawi.
2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian. Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling. Teknik penelitian ini dimaksudkan agar peneliti lebih mudah dalam pengambilan data. Data tersebut diperbolehkan untuk digunakan sebagai refleksi keadaan populasi secara keseluruhan. Teknik pengambilan sampling pada penelitian ini adalah menggunakan simple random sampling.
Teknik samplig ini dipandang peneliti dapat mempermudah pemilihan sampel secara acak namun atas dasar acuan tertentu. Acuan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan memilih secara acak dari daftar populasi yang diteliti yakni Siswa Siswi Kelas II SDIT Harapan Ummat Ngawi. Penggunaan formula empiris dipergunakan dalam menentukan subjek penelitian. Jumlah subjek ditentukan oleh banyaknya populasi yang ada. Rumus Sampling Fraction Per Cluster dituliskan sebagai berikut:
Rumus sample per cluster
Kemudian didapat besarnya sample per cluster ni = fi x n
Keterangan :
fi          =          sampling fraction cluster
Ni        =          banyaknya individu yang ada dalam cluster
N         =          banyaknya populasi seluruhnya
n          =          banyaknya anggota yang dimasukkan sampel
ni         =          bnyaknya anggota yang dimasukkan menjadi sub sampela
4)      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2007: 193) dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara dalam upaya mengumpulkan data. Sementara itu, Moh. Nazir (2005: 174) mengemukakan hal yang sama mengenai pengumpulan data yaitu prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian.
5)      Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 177) instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Instrumen yang digunakan peneliti adalah skala daya lentur (resilience).
6)      Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
1.      Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Semakin tinggi validitas maka instrumen semakin valid atau sahih, semakin rendah validitas maka instrumen kurang valid (Suharsimi Arikunto, 2002:144).
2.      Uji Reliabilitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154), reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Sedangkan Syaifuddin Azwar (2001:5) menyatakan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan sama.
7)      Teknik Analisis Data
Teknis analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting      dalam proses penelitian, karena disinilah hasil penelitian akan tampak. Analisis data mencakup seluruh kegiatan mengklasifikasikan, menganalisa, memaknai dan menarik kesimpulan dari semua data yang terkumpul. Oleh karena itu perlu menggunakan dasar pemikiran untuk menentukan pilihan-pilihan teknik analisis data yang akan digunakan







DAFTAR PUSTAKA
1.      Fatin Masyhud Lc.MHI, Ida Husnur Rahmawati Lc.MHI “Rahasia Sukses 3 Hafizh Qur’an Cilik Mengguncang Dunia” Jakarta Timur (Zikrul Hakim:2016)
2.      Sardiman,A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Grafindo.
3.      Soekamto. 1994. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Dep. P dan K, Ditjen TP Pusat Antar-Universitas: Jakarta
4.      Hafiz Mubarak, 2013, Upaya Guru Al-Qur’an Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur’an Di Sdit Ukhuwah Banjarmasin, Studia Insania, April 2013 Issn 2088-6306, Vol. 1, No. 1
5.      Afdal 2016, Implementasi Metode Ummi dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa Kelas III B Ibnu Khaldun SD Al-Firdaus Islamic School Samarinda Tahun Pembelajaran 2015/2016 , Jurnal Pendas Mahakam, Vol. 1 (1). 1-9. Juni 2016 dengan link : file:///C:/Users/taufiq/Downloads/42-104-1-PB%20(1).pdf
6.      Ita Nur Fauziah, 2017 Studi Komparasi Metode Wafa SDIT Ar- Raihan dan metode Kibar di SDIT Salsabila 1 Baiturrahman. Tesis, dengan link : file:///C:/Users/taufiq/Downloads/42-104-1-PB%20(1).pdf
7.      Syaifudin, Awar, 2015 Metode Penelitian, PT Pustaka Pelajar Yogyakarta
8.      Abin syamsudin makmun,2003 Psikologi Kependidikan,PT Remaja Rosdakarta, bandung
9.      Carole Wade, Carol Tavris 2007 “ Psikologi edisi ke-9 jilid 1, Jakarta Penerbit Erlangga
10.  Carole Wade, Carol Tavris 2007 “ Psikologi edisi ke-9 jilid 2, Jakarta Penerbit Erlangga
11.  Ngalim Purwanto, 2006 “ Psikologi Pendidikan” , PT Remaja Rosdakarya,Bandung



[1] Bin Abdurrazak, Yahya : Metode Praktis Menghafal Al-Quran(Judul Asli: Kaifa Tahfadzu Al-Quran Qowaid Al Asasiyah wa Thuruq Ilmiyah) PUSTAKA AZAM Anggota IKAPI DKI Jakarta, 2004. Hal 43
[2] Maksum, Ali: Sosiologi Pendidikan ( Malang: Madani, 2016)hal 110
[3] Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) INDONESIA, Empowering Islamic Schools link: http://jsit-indonesia.com/
[4] Katni dan Man Arfa Ladamay, Ode Mohammad: “Pengembangan Kurikulum PAI” (Kopertais IV Press: 2015, Jogja) hal 31
[5] https://wafaindonesia.or.id/
[6] Ngalim, Purwanto 2006. Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya) hal 85
[7] Abin Syamsudin,2003, Psikologi Kependidikan (Bandung; PT Rosda) hal161
[8] Abin Syamsudin,2003, Psikologi Kependidikan (Bandung; PT Rosda) hal158
[9] Ngalim, Purwanto,2006 Psikologi Pendidikan (Bandung;PT Rosdakarya) hal 91
[10] Ibid hal 92
[11] Syaifudin Azwar,2015, “Metode Penelitian” (Yogyakarta;PT Pustaka Pelajar)hal121

0 Komentar untuk "Pengaruh Metode Wafa terhadap tingkat hafalan siswa siswi kelas II SDIT Harapan Ummat Tahun Pelajaran 2017-2018?"