Disusun Oleh :
AZZAHRA LOUIS
Dosen Pembimbing :
DR. MICHAEL
,M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PAUD
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Beberapa
teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan
berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang.
Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangannya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan
interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting.
Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai
insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
Pengertian
perkembangan sosial adalah sebuah proses interaksi yang dibangun oleh seseorang
dengan orang lain. Perkembangan sosial ini berupa jalinan interaksi anak dengan
orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat
secara luas. Perkembangan sosial adalah proses belajar mengenal normal dan
peraturan dalam sebuah komunitas. Manusia akan selalu hidup dalam kelompok,
sehingga perkembangan sosial adalah mutlak bagi setiap orang untuk di pelajari,
beradaptasi dan menyesuaikan diri.
Perkembangan
emosional adalah luapan perasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan sosial emosional tidak dapat
dipisahkan. Dengan kata lain membahas perkembangan sosial harus melibatkan
emosional.
Judul
makalah ini sangat menarik untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari
semua pihak yang peduli dengan dunia pendidikan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apakah yang dimaksud dengan hubungan sosial?
1.2.2
Apa pengaruh hubungan sosial terhadap tingkah laku?
1.2.3
Bagaimana proses perkembangan interaksi sosial remaja?
1.2.4
Apa saja jenis-jenis interaksi?
1.2.5
Bagaimana pola interaksi remaja-orang tua?
1.2.6
Bagaimana persepsi tentang interaksi remaja-orang tua?
1.2.7
Bagaimana karakteristik perkembangan sosial remaja?
1.2.8
Apa saja faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan hubungan sosial?
1.2.9
Apa yang dimaksud dengan perbedaan individual dalam perkembangan sosial?
1.2.10
Bagaimana upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan implikasinya bagi bagi
pendidikan?
1.3 TUJUAN
1.3.1
Agar mahasiswa dapat menjelaskan pengertian hubungan sosial.
1.3.2
Agar mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh hubungan sosial terhadap tingkah
laku.
1.3.3
Agar mahasiswa dapat menjelaskan proses perkembangan interaksi sosial remaja.
1.3.4
Agar mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis interaksi.
1.3.5
Agar mahasiswa dapat menjelaskan pola interaksi remaja-orang tua.
1.3.6
Agar mahasiswa dapat menjelaskan persepsi tentang interaksi remaja-orang tua.
1.3.7
Agar mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik perkembangan sosial remaja.
1.3.8
Agar mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan
hubungan sosial.
1.3.9
Agar mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan individual dalam perkembangan
sosial.
1.3.10
Agar mahasiswa dapat menjelaskan upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan
implikasinya bagi bagi pendidikan.
1.4 MANFAAT
1.4.1
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian hubungan sosial..
1.4.2
Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh hubungan sosial terhadap tingkah laku.
1.4.3
Mahasiswa dapat menjelaskan proses perkembangan interaksi sosial remaja.
1.4.4
Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis interaksi.
1.4.5
Mahasiswa dapat menjelaskan pola interaksi remaja-orang tua.
1.4.6
Mahasiswa dapat menjelaskan persepsi tentang interaksi remaja-orang tua.
1.4.7
Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik perkembangan sosial remaja.
1.4.8
Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan
hubungan sosial.
1.4.9
Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan individual dalam perkembangan sosial.
1.4.10
Mahasiswa dapat menjelaskan upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan
implikasinya bagi bagi pendidikan.
BAB II
PERKEMBANGAN SOSIAL
2.1 PENGERTIAN HUBUNGAN SOSIAL
Kemampuan hubungan sosial individu berkembang karena adanya dorongan rasa
ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Dalam
perkembangannya, setiap individu ingin tahu bagaimanakah cara melakukan
hubungan secara baik dan aman dengan dunia sekitarnya, baik yang bersifat fisik
maupun sosial. Hubungan sosial dapat diartikan sebagai cara-cara individu
bereaksi terhadap orang-orang disekitarnya dan bagaimanakah pengaruh hubungan
itu terhadap dirinya. Dalam hubungan sosial ini menyangkut juga
penyesuaian diri terhadap lingkungan, seperti makan dan minum sendiri,
berpakaian sendiri, mentaati peraturan, membangun komitmen bersama dalam
kelompok atau organisasinya, dan sejenisnya.
Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan rumah
sendiri kemudian berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada
lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Namun
kenyataannya, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai
dari rumah, kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian dengan
teman sebaya, baru kemudian dengan teman-temannya di sekolah. Keluarga
merupakam peletak dasar hubungan sosial anak dan yang terpenting adalah pola
asuh orang tua terhadap anak.
2.2 PENGARUH HUBUNGAN
SOSIAL TERHADAP TINGKAH LAKU
Hubungan sosial memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tingkah laku
individu. Hubungan sosial individu dimulai sejak individu lahir, hubungan bayi
dengan orang disekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat penting.
Hubungan ini paling dirasakan kehangatannnya dan kemudian menjadi pengalaman
hubungan sosial yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak
bayi, terutama saat menyusui. Kasih saying ibu ini memiliki pengaruh besar
terhadap perkembangan jiwa anak di kemudian hari.
Pada usia enam bulan bayi mulai mengenal orang-orang di sekitarnya dan
membedakan orang-orang yang asing baginya. Hal ini penting karena dengan hal
tersebut bayi dapat membedakan antara orang-orang yang dirasakan memiliki
hubungan mendalam dangan dirinya dan orang-orang lain yang dirasakan
hubungannya hanya bersifat sebentar saja.
Pada umur tujuh bulan, bayi mulai aktif mengadakan kontak dengan orang lain
serta sudah mulai memperhatikan apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang ada
disekitarnya. Pada bulan kesepuluh bayi sudah mulai bicara walaupun masih cadel. Pada akhir tahun pertama kontak bayi dan orang
tua sudah sangat dekat sehingga sudah dapat di ajak bermain.
Perkembangan hubungan sosial anak semakin berkembang pada usia prasekolah,
kira-kira 18 bulan. Pada usia ini dimulai dengan tumbuhnya kesadaran diri dan
kepemilikannya, selain itu keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan semakin
besar. Pada masa ini hingga akhir masa sekolah ditandai dengan meluasnya
lingkungan sosial. Selain dengan anggota keluarganya, anak juga mulai
mendekatkan diri kepada orang-orang lain disekitarnya.dalam proses ini teman-teman
sebaya dan guru-gurunya mempunyai peranan yang sangat penting bagi mereka.
2.3 PERKEMBANGAN INTERAKSI
SOSIAL REMAJA
Thibaut
dan kelly (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi, mendefinisikan
interaksi sebagai peristiwa yang saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan satu hasil satu sama lain,
atau berkomunikasi satu sam lain. Jadi pada setiap kasus interaksi tindakan
setiap orang bertujuan untuk memepengaruhi individu lain. Chaplin
mendevinisikan bahwa interaksi merupakan hubungan sosial antara beberapa
individu yang bersifat alami dimana individu-indivu itu saling mempengaruhi
satu sama lain secara serempak.
Adapun
Homans mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian dimana suatu aktivitas
atau sentimen yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi
ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu aktivitas atau sentimen oleh
individu lain yang menjadi pasangannya.
Jadi
konsep yang dikemukakan oleh Humans ini mengandung pengertian bahwa suatu
tindakan yang dilakukan seseorang dalam sautu interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan
Shaw mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antarpribadi dimana
masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran
mereka, dan masing-masing perilaku itu memepengaruhi satu sama lain.
Jadi,
interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau
lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara
aktif. Dalam interaksi juga lebih sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak
yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
2.4 JENIS-JENIS INTERAKSI
Dalam
setiap interaksi senantiasa di dalamnya mengimplikasikan adanya kominikasi
antarpribadi. Demikian pula sebaliknya, setiap komunikasi antar pribadi
senantias mengandung interaksi. Adalah sulit untuk memisahkan antar keduanya.
Atas dasar itu, maka setidaknya ada tiga jenis yaitu:
1. Interaksi
verbal
Interaksi
verbal adalah interaksi yang terjadi bila 2 orang atau lebih melakukan kontak
satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau pembicaraan.
Prosesnya terjadi dalam bentuk saling bertukar [ercakapan satu sam lain.
1. Interaksi
fisik
Interaksi
fisik adalah interaksi yang terjadi manakala dua orang atau lebih melakukan
kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya: ekspresi wajah, posisi
tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak.
1. Interaksi
emosional
Interaksi
yang terjadi manakala individu melakukan kontak satu sama lain dengan melakukan
curahan perasaan.
Selain
jenis yang di atas, jenis interaksi dapat dibedakan berdasarkan banyaknya
individu yang terlibat dalam proses interaksi tersebut serta pola interaksi
yang terjadi, atas dasar itu, maka ada dua jenis interaksi yaitu:
1. Interaksi
dyadic
Interaksi
dyadic terjadi manakala hanya ada dua orang yang terlibat di dalamnya atau
lebih dari dua orang tetapi arah interaksinya hnya terjadi dalam dua arah.
1. Interaksi
tryadic
Intraksi
tryadic terjadi manakala individu yang terlibat di dalamnya lebih dari dua
orang dan pola interaksinya menyebar ke semua individu yang terlibat.
2.5 POLA INTERAKSI REMAJA-ORANG TUA
Interaksi antara remaja dengan orang tua memiliki pola yang khas dan unik
sehingga Jersild; Brook; dan Brook diberi istilah “three-act-drama” (drama-tiga-tindakan). First act drama, interaksi remaja memiliki
ketergantungan dengan orang tua ,tetapi sudah mulai menyadari keberadaan
dirinya sebagai pribadi dibandingkan fase sebelumnya. Second act drama, disebut juga dengan istilah
“perjuangan untuk emansipasi” yakni remaja melakukan perjuangan yang kuat untuk
membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tua. Third act drama, remaja berusaha menempatkan dirinya
untuk berteman dengan orang tua dan berinteraksi secara lancer dengan mereka.
Namun, masih sering mengalami hambatan karena orang tua masih belum melepaskan
anak remajanya secara penuh. Demikian juga orang dewasa seringkali masih belum
menerima secara penuh remaja untuk masuk ke dalam dunianya.
Dalam interaksi remaja orang tua ada aspek objektif dan subjektif. Aspek
objektif adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi pada saat interaksi,
sedangkan aspek subjektif adalah persepsi remaja terhadap peristiwa dalam
interaksi tersebut. Fontana mengatakan bahwa tidak jarang remaja lebih
menggunakan aspek subjektif dalam berinteraksi dengan orang tua. Misalnya orang
tua yang sebenarnya ingin melindunginya karena saying kepada anaknya, justru
dipersepsi sebagai terlalu mengekang dan membatasi remaja.
2.6 PERSEPSI TENTANG INTERAKSI REMAJA-ORANG TUA
Bahwa dalam tulisan ini lebih menggunakan istilah interaksi karena hubungan
atau relasi antara remaja dengan orang tua berlangsung secara timbal balik dan
kedua belah pihak sama-sama aktif. Interaksi yang dimaksud di sini menyangkut
apa yang dipersepsi dan dihayati oleh remaja secara subjektif. Karena antara
remaja dan orang tuanya sama-sama aktif dan saling mempengaruhi, maka dalam
kajian ini menggunakan istilah interaksi, bukan relasi, perlakuan atau
kepemimpinan orang tua.
Berkaitan dengan kualitas interaksi remaja-orang tua, dapat dikemukakan konsep
yang di dalamnya meliputi sejumlah aspek dan masing-masing aspek mengandung
sejumlah indikator, yaitu:
1. Persepsi
remaja mengenai partisipasi dan keterlibatan dirinya dalam keluarga. Aspek ini
mengandung indikator-indikator sebagai berikut:
A. Persepsi
remaja mengenai sikap saling menghargai di antara para anggota keluarga.
B. Persepsi
remaja mengenai keterlibatan dirinya dalam membicarakan dan memecahkan masalah
yang dihadapi keluarga.
1. Persepsi
remaja mengenai keterbukaan sikap orang tua. Aspek ini mengandung
indikator-indikator sebagai berikut:
A. Persepsi
remaja mengenai toleransi orang tua terhadap perbedaan pendapat.
B. Persepsi
remaja mengenai kemampuan orang tua untuk memberikan alasan yang masuk akal
terhadap suatu perbuatan atau keputusan yang diambil.
C. Persepsi
remaja mengenai keterbukaan orang tua terhadap minat yang luas.
D. Persepsi
remaja mengenai upaya orang tua untuk mengembangkan komitmen terhadap tugas.
E. Persepsi
remaja mengenai kehadiran orang tua di rumah dan keakraban hubungan antara
orang tua dan remaja.
1. Persepsi
remaja mengenai kebebasan dirinya untuk melakukan eksplorasi lingkungan. Aspek
ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut:
A. Persepsi
mengenai dorongan orang tua untuk mengembangkan rasa ingin tahu yang lebih
besar.
B. Persepsi
remaja mengenai perasaan aman dan bebas yang diberikan orang tua untuk
mengadakan eksplorasi dalam rangka mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
C. Persepsi
remaja bahwa dalam keluarga terdapat aturan yang harus ditaati, tetapi tidak
cenderung mengancam.
2. 7 KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
SOSIAL REMAJA
Sejumlah
karakteristik menonjol dalam perkembangan hubungan sosial remaja adalah:
1. Berkembangnya
kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Ini seringkali
menyebabkan remaja memiliki solidaritas yang amat tinggi dan kuat dengan
kelompok sebayanya, jauh melebihi dengan kelompok lain; bahkan dengan orang
tuanya sekalipun. Untuk itu, remaja perlu diberikan perhatian intensif dengan
cara melakukan interaksi dan komunikasi secara terbuka dan hangat kepada
mereka.
2. Adanya
upaya memilih nilai-nilai sosial. Ini menyebabkan remaja senantiasa mencari
nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan, sehingga kalau tidak menemukannya
cenderung menciptakan nilai-nilai khas kelompok mereka sendiri. Untuk itu,
orang dewasa dan orang tua harus menunjukkan konsistensi dalam memegang dan
menerapkan nilai-nilai dalam kehidupannya.
3. Meningkatnya
kesadaran akan lawan jenis. Ini menyebabkan remaja pada umumnya berusaha keras
memiliki teman dekat dari lawan jenisnya atau pacaran. Untuk itu, remaja perlu
diajak berkomunikasi secara rileks dan terbuka untuk membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan lawan jenis.
4. Mulai
tampak kecenderungannya untuk memilih karir tertentu, meskipun sebenarnya
perkembangan karir remaja masih berada pada tahap pencarian karir. Untuk itu,
remaja perlu diberi wawasan karir disertai dengan keunggulan dan kelemahan
masing-masing jenis karir tersebut.
2.8 FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Proses
sosialisasi indvidu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu: lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga individu
mengembangkan pemikiran tersendiri yang merupakan pengkuhun dasar emosional dan
optimism social melaui frekuensi dan kualitas interaksi dengan orang tua dan
saudara-saudaranya. Dalam lingkungan sekolah, individu belajar membina hubungan
dengan teman-teman sekolahnya yang datang dari berbagai keluarga dengan status
social yang berbeda-beda. Dalam lingkungan masyarakat, individu dihadapkan
dengan berbagai situasi hubungan social dan masalah kemasyarakatan yang lebih
bervariasi dan lebih kompleks.
Perkembangan
social dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu; keluarga, kematangan anak,
status social ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental
terutama emosi dan inteligensi.
1. Lingkungan
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Ada factor dari dalam
keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya
yaitu, kebutuhan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk
menyatakan diri. Dengan kata lain, yang sangat dibutuhkan oleh remaja dalam
perkembangan hubungan sosialnya adalah iklim kehidupan keluarga yang kondusif.
Iklim keluarga mengandung tiga unsur :
1. Karakteristik
khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya.
2. Karakteristik
khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam keluarga itu (termasuk
remajanya).
3. Unsur
kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan individu dalam
keluarga tersebut.
Harmonis-tidaknya
dan intensif-tidaknya interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi
perkembangan hubungan social remaja yang ada di dalam keluarga itu. Karena
remaja tengah berada pada fase krisis identitas atau ketidak-tentuan, maka
mereka amat memerlukan teladan tentang norma-norma yang mapan untuk diidentifikasikannya.
Perwujudan norma-norma yang mantap itu tentunya menuntut orang tua sebagai
pelopor norma. Dengan demikian, factor keteladanan dari sosok pribadi orang tua
menjadi amat penting bagi perwujudan variasi perkembagan social.
1. Lingkungan
Sekolah
Kehadiran
di sekolah merupakan perluasan lingkungan social individu dalam rangka
pengembangan kemampuan hubungan sosialnya dan sekaligus merupakan factor
lingkungan baru yang sangat menantang atau bahkan mecemaskan dirinya.
Kondusif-tidaknya
iklim kehidupan sekolah bagi perkembangan hubungan social remaja itu tersimpul
dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, keteladanan guru,
dan etos kepakaran atau kualitas guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas
profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi siswanya yang berada dalam
masa remaja.
1. Kematangan
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam
proses social, memberi, dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan.
1. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan
social banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan social keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak bukan sebagai independen,
akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu,
“ia anak siapa”. Sehingga anak itu akan banyak memperhatikan kondisi normative
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam
kehidupan social anak akan senantiasa “menjaga” status social dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “ menjaga status social keluarganya”
itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan social yang tidak tepat.
Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elite dengan normanya
sendiri.
1. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normative, akan memberi warna kehidupan social
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Kepada
peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram
dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2.9 PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL
Perbedaan
lingkungan dapat mempengaruhiperbedaan sikap dasar hubungan sosial remaja.
Secara psikologis, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara, yaitu :
1. Meniru
orang yang lebih berprestasi dalam bidang tertentu.
2. Mengkombinasikan
pengalaman.
3. Menghayati
pengalaman emosional khusus secara mendalam.
2.10 UPAYA PENGEMBANGAN
HUBUNGAN SOSIAL REMAJA DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Masa
remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya aspek
fisik maupun fsikis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sering kali remaja
ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka sering kali
besifat implusif dan belum menunjukkan kedewasaan.
Dalam kegiatan mencari jati-diri melalui upaya dengan bergabung dengan
lingkungannya, remaja cenderung berupaya menemukan tokoh identifikasi dari
lingkungan jenis kelamin yang sama tetapi yang memiliki usia sedikit lebih
tua.
Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman
sebaya, baik disekolah maupun di uar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung
bertingkah laku seperti tingksh laku teman sebayanya.
Melihat masa remaja sangat potensial dan potensi itu dapat saja berkembang ke
arah positif maupun negatif, maka sudah barang tentu intervensi edukatif dalam
bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendamping sangat diperlukan untuk
mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut ke arah yang positif dan
produktif. Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern
sekarang ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan zaman dahulu. Ini disebabkan
situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks.
Situasi semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika kehidupan remaja,
apalagi remaja secara psikologis, tenga berada pada masa topan dan badai dan
tengah mencari jati-diri. Menurut Tilaar (1987:2), tantangan kompleksitas masa
depan itu memberikan dua alternatif: pasrah terhadap nasib atau mempersiapkan
diri sebaik mungkin.
Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan untuk
mengomtrol dan menguasai diri serta mendisiplinkan dirinya. Remaja
sesunggguhnya mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan
kepada mereka. Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan
memberi kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab
sendiri.
Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja ada tiga jenis pola asuh
yang dapat di terapkan oleh orang tua, yaitu :
1. Pola
asuh “ bina kasih” (induction)
2. Pola
asuh “unjuk kuasa” (power assertion)
3. Pola
asuh “lepas kasih” (love withdrawal)
Dalam
konteks pengambangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya pengembangan
hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan adalah pola asuh
bina kasih. Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak
remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak
remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang
rasional. Dengan demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk
kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau
perlakuan orang tuanya.
Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga, adalah sekolah. Sekolah
sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan
tentunya tidak kecil peranannya dalam rangka membantu perkembangan hubungan
sosial remaja.
Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal,
termasuk di dalamnya hubungan sosial, ada enam kompetensi yang seharusnya
dipenuhi oleh seorang guru yaitu:
1. Kompetensi
pribadi (personal competency)
2. Kompetensi
profesional (professional competency)
3. Kompetensi
sosial (social competency)
4. Kompetensi
moral (morality competency)
5. Kompetensi
formal (formal competency)
6. Kompetensi
religius (religiousity competency)
Kompetensi
pribadi, sosial, moral dan religius merupakan kompetensi yang sangat penting
untuk membantu perkembangan hubungan sosial remaja di sekolah.
Berkenaan dengan upaya pengembangan hubungan sosial remaja, peran masyarakat
justru amat besar seiring dengan perkembangan psikologis masa remaja. Variasi
perkembangan individu terjadi dalam segala macam hubungan dan pengalaman
termasuk variasi kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Sistem
kebudayaan, lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya memiliki nilai-nilai
tersendiri yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para anggotanya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Hubungan
sosial adalah cara-cara individu beraksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan
bagaimana pengaruh hubungan itu terhadap dirinya.
2. Hubungan
sosial memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tingkah laku individu.
Hubungan sosial individu dimulai sejak individu lahir. Selain dengan anggota
keluarganya, anak juga mulai mendekatkan diri kepada orang-orang lain
disekitarnya, dalam proses ini teman-teman sebaya dan guru-gurunya mempunyai
peranan yang sangat penting bagi mereka.
3. Interaksi
mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan
masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif.
Dalam interaksi juga lebih sekedar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
4. Dilihat
dari sudut komunikasi, interaksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (a)
interaksi verbal, (b) interaksi fisik, (c) interaksi emosional. Berdasarkan
banyaknya individu yang terlibat dalam proses interaksi serta pola interaksi
yang terjadi, interaksi dapat dibedakan menjadi dua jenis: (a) interaksi
dyadic, (b) interaksi tryadic.
5. Interaksi
antara remaja dengan orang tua memiliki pola yang khas dan unik sehingga
Jersild; Brook; dan Brook diberi istilah “three-act-drama” (drama-tiga-tindakan). First act drama, interaksi remaja memiliki
ketergantungan dengan orang tua, tetapi sudah mulai menyadari keberadaan
dirinya sebagai pribadi dibandingkan fase sebelumnya. Second act drama, disebut juga dengan istilah
“perjuangan untuk emansipasi” yakni remaja melakukan perjuangan yang kuat untuk
membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tua. Third act drama, remaja berusaha menempatkan dirinya
untuk berteman dengan orang tua dan berinteraksi secara lancar dengan mereka.
Namun, masih sering mengalami hambatan karena orang tua masih belum melepaskan
anak remajanya secara penuh. Demikian juga orang dewasa seringkali masih belum
menerima secara penuh remaja untuk masuk ke dalam dunianya.
6. Bahwa
dalam tulisan ini lebih menggunakan istilah interaksi karena hubungan atau
relasi antara remaja dengan orang tua berlangsung secara timbal balik dan kedua
belah pihak sama-sama aktif. Interaksi yang dimaksud di sini menyangkut apa
yang dipersepsi dan dihayati oleh remaja secara subjektif. Karena antara remaja
dan orang tuanya sama-sama aktif dan saling mempengaruhi, maka dalam kajian ini
menggunakan istilah interaksi, bukan relasi, perlakuan atau kepemimpinan orang
tua.
7. Ada
sejumlah karakteristik menonjol dalam perkembangan hubungan sosial remaja yaitu
: (a) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan, (b)
Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial, (c) Meningkatnya kesadaran akan lawan
jenis, (d) Mulai tampak kecenderungannya untuk memilih karir tertentu.
8. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial adalah: (a) keluarga, (b) sekolah, dan
(c) masyarakat
9. Perbedaan
lingkungan dapat menimbulkan perbedaan sikap dan hubungan sosial pada individu.
Secara psikologis, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara, yaitu : (a)
Meniru orang yang lebih berprestasi dalam bidang tertentu, (b) Mengkombinasikan
pengalaman, dan (c) Menghayati pengalaman emosional khusus secara mendalam.
10. Melihat
masa remaja sangat potensial dan potensi itu dapat saja berkembang ke arah
positif maupun negatif, maka sudah barang tentu intervensi edukatif dalam
bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendamping sangat diperlukan untuk
mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut ke arah yang positif dan
produktif. Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern
sekarang ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan zaman dahulu. Ini disebabkan
situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks.
3.2 KRITIK DAN SARAN
Saat
ini banya bahaya dalam proses menuju perkembangan sosial yang umumnya dapat
dikendalikan jika diketahui pada saat yang tepat dan jika dilakukan langkah
perbaikan untuk menguranginya sebelum menjadi kebiasaan dan menimbulkan
reputasi yang kurang baik. Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar
memperhatikan perkembangan anak sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih
mana yang baik dan buruk untuk dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap
otoriter terhadap anak, supaya anak merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk
menceritakan konflik-konflikyang terjadi selama masa perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-perkembangan-sosial.html diakses tanggal 1/3/2014
pukul 13.30
Asrori,
Muhammad. 2005. Perkembangan Peserta Didik. Malang:
Wineka Media
Sunarto
dan B. Agung Hartono. 2013. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rineka Cipta
0 Komentar untuk "MAKALAH PERKEMBANGAN SOSIAL"