Makalah
Dinasti Bani Umayyah
Disusun
oleh:
1.Ayu
Lintang.L
2.Ajeng
Arneta.S.P
3.Imroatul.L
4.Sevika.M
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 NGAWI TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua sejarawan membagi
Dinasti Bani Umayah menjadi dua, yaitu pertama, Dinasti Bani Umayah yang
dirintis dan didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus
(Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem pemerintahan
dari sistem khilafah pada sistem mamlakat (kerajaan atau monarki)
dan kedua, Dinasti Bani Umayah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya
merupakan wilayah taklukan Umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman
Walid bin Abdul Al-Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan terpisah dari
kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil menaklukkan Dinasti Bani Umayah
di Damaskus.
Di dalam makalah ini akan membahas lebih rinci
mengenai Dinasti Bani Umayah mulai dari latar belakang berdirinya Dinasti Bani
Umayah, perkembangan dan kemajuan, sistem pemerintahan, hingga faktor-faktor
kemunduran Dinasti Bani Umayah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Berdirinya Dinasti
Bani Umayah
Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd
Al-Syam, kakek Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi
Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib
segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal
dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani
Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam suku
Quraisy.
Setting cikal bakal
dinasti ini bermula ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat sebagai khalifah
menggantikan kedudukan khalifah Usman bin Affan, salah satu kebijakan awal dan
Ali adalah pengambil alihan tanah-tanah dan kekayaan negara yang telah
dibagi-bagikan oleh Usman kepada keluarganya dan memecat gubemur-gubemur dan
pejabat pemerintahan yang diangkat Usman untuk meletakkan jabatannya, namun Muawiyyah
Gubernur Syiria menolak pemecatan itu sekaligus tidak mau membaiat Ali sebagai
khalifah dan bahkan membentuk kelompok yang kuat dan menolak untuk memenuhi
perintah-perintah Ali. Dia berusaha membalas kematian khalifah Usman, atau
kalau tidak dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama-sama dengan tentara
Syiria. Desakan Muawiyyah akhirnya tertumpah dalam perang Shiffin.
Dalam pertempuran itu hampir-hampir
pasukan Muawiyyah dikalahkan pasukan Ali, tapi berkat siasat penasehat
Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat mushaf-mushaf Al
Qur'an di ujung lembing mereka, pertanda seruan untuk damai dan melakukan
perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan Mu’awiyah.
Bukan saja perang itu berakhir dengan
Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu
Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang tetap setia kepada Ali disebut
Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu, Ali tidak lagi
menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Muawiyyah tapi menggempur habis
orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar
38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya
sehingga dari delapan orang itu menyebar ke Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan
ke Jazirah Arab.
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah
juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkang/ keluar
dari kelompok Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan
dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi
politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa
bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun
dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan
kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan
dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat
Islam menjadi satu kepemimpinan politik.
Setelah terjadi kesepakatan antara
Hasan bin Ali dengan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan pada tahun 41 H/ 661 M, maka secara resmi Mu’awiyah diangkat menjadi
khalifah oleh umat Islam secara umum. Pusat pemerintahan Islam dipindahkan
Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus. Pemerintahan Mu’awiyah berubah bentuk dari theo-demokrasi
menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) yang berbasiskan Islam, ini
terjadi sejak dia mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota. Sejak itulah
sistem pemerintahan mamakai sistem monarchi hingga pada khalifah
terakhir Marwan bin Muhammad, yang tewas dalam pertempuran melawan pasukan Abul
Abbas As-Safah dari Bani Abbas pada tahun 750 M. Dengan tewasnya Marwan bin
Muhammad berakhir Dinasti Bani Umayah dan digantikan oleh Dinasti Bani Abbas.
Pola pemerintahan menjadi kerajaan
ini terjadi karena pada masa itu umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban
Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Mu’awiyah juga bermaksud meniru cara
suksesnya kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium yaitu Kerajaan tetapi
gelar pemimpin tetap menggunakan Khalifah dengan makna konotatif yang
diperbaharui.
B. Perkembangan
Dinasti Bani Umayyah
Meskipun ummat Islam telah bersatu
dalam satu kepemimpinan, kekhalifahan Muawiyah yang diperoleh melalui
kekerasan, diplomasi dan tipu daya, dan tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak telah melahirkan golongan-golongan oposisi yang pada akhirnya nanti
akan menjadi sebab kehancuran Dinasti tersebut.
Adik laki-laki al-Hasan, Husein yang
pada masa pemerintahan Muawiyah hidup tenang di Madinah tidak mau mengakui
pengganti Muawiyah yaitu Yazid. Ia pergi ke Kuffah untuk memenuhi seruan
penduduk Irak yang akan menobatkannya sebagai khalifah pada tahun 680 M. Namun
pada 10 Muharram 61 H (10 oktober 680) seorang jenderal terkenal dengan nama
Sa’ad bin Abi Waqqas membawa 4000 pasukan mengepung al-Husein yang hanya
didampingi 200 orang. Al-Hasan pun tidak selamat
dalam pembantaian tersebut.
Adapun Khalifah-khalifah Bani Umayah adalah sebagai
berikut:
1. Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
5. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
6. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
7. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
8. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
9. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
10. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
11. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
12. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
13. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
14. Marwan II bin Muhammad, 127-133 H / 744-750 M
Adapun khalifah-khalifah besar Bani
Umayah adalah Muawiyah I bin Abu Sufyan,
Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik, Umar II bin Abdul-Aziz,
Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah ini pada masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz, setelah itu merupakan masa kemundurannya.
C. Perkembangan
dan Kemajuan Dinasti Bani Umayah
Terbentuknya Dinasti Umayyah
merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu telah kembali mendapatkan
identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan fase ketiga
kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M).
Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari masa
sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan lain
di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan peradaban.
1. Dinamika Politik
Dalam awal perkembangannya, dinasti
ini sangat kental diwarnai nuansa politiknya yaitu dengan memindahkan ibukota
kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus.
Kebijakan itu dimaksudkan tidak hanya untuk
kuatnya eksistensi dinasti yang telah mendapat legitimasi politik dari
masyarakat Syiria, namun lebih dari itu adalah untuk pengamanan dalam negeri
yang sering mendapat serangan-serangan dari rival politiknya.
a. Sistem
Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi.Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan
Muawiyyah, sebagai bentuk pengingkaran demokrasi yang dibangun masa Nabi dan
Khalifah yang empat. dari kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau
musyawarah menjadi kerajaan turun menurun (monarch/ heridetis).
b. Sistem
Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan
masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan,
sehingga masyarakat secara garis besar terdiri muslim dan non muslim, dan dalam
memperlakukan orang Islam sebagai mayoritas dapat dibedakan menurut dua
kriteria, pertama yang menjurus kepada hal-hal yang praktis dan seringkali
diterapkan pada kelompok, dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada
masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria
itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari
orang Arab, sedangkan orang non Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi
pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakt muslim pada
masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali.
Dikalangan
kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama
Asy-Syu’ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat kaum
Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara. Dan yang membedakan hanyalah
ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap membantu gerakan Bani
Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum Khawarij.
c. Kebijaksanaan
dan Orientasi Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayah ini memerintah,
banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini, seperti:
1) Pemisahan
Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama (spiritual
power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan kekuasaan politik (temporal power). Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam
keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.
2) Pembagian
wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayah
menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:
a) Syiria dan
Palestina;
b) Kuffah dan
Irak;
c) Basrah,
Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah;
d) Arenia;
e) Hijaz;
f) Karman dan
India;
g) Egypt
(Mesir);
h) Ifriqiyah
(Afrika Utara);
i)
Yaman dan
Arab selatan, dan
j)
Andalusia.
3)
Bidang
Administrasi Pemerintahan. Dibidang pemerintahan, dinasti membentuk semacam
Dewan Sekretaris Negara (Diwan al Kitabah) yang terdiri dari lima orang sekretaris
yaitu : Katib ar Rasail, Katib al Kharraj, Katib al Jund, Katib asy Syurtah dan
katib al Qadi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan daerah di angkat
seorang Amir al Umara (Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapa amir sebagai
penguasa satu wilayah.
Pada masa
Abdul Malik bin Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan, oleh empat departemen
pokok (diwan) yaitu :
a)
Dewan Rasail (istilah sekarang disebut sekretaris jenderal). Diwan
ini berfungsi untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para
gubernur atau menerima surat-surat dari mereka. Ada dua macam sekretariat. Pertama,
sekretariat negara (dipusat) yang menggunakan bahasa arab sebagai
pengantar. Kedua, sekretariat Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani
(Greek) dan Parsi sebagai bahasa pengantarnya kemudian menjadi bahasa arab
sebagai pengantar ini terjadi setelah bahasa arab menjadi bahasa resmi di
seluruh negara Islam.
b)
Diwan
al-Kharaj. Bertugas untuk mengurus masalah pajak, yang dikepalai oleh Shahib
al-Kharraj diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab langsung kepada
khalifah.
c)
Diwan
al-Barid. Merupakan badan intelijen negara yang berfungsi sebagai penyampai
berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan
Abdul Malik berkembang menjadi Departemen Pos khusus urusan pemerintah.
d)
Diwan
al-Khatam (departemen pencatatan). Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh
khalifah harus disalin di dalam suatu register, kemudian yang asli harus di
segel dan dikirim ke alamat yang dituju.
4) Politik Arabisasi. Dengan tatanan masyarakat yang homogin tersebut,
menimbulkan ambisi penguasa dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat dengan
politik Arabisme,yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus menjadi
kaum muslimin. Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk membuat
akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di daerah-daerah
penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan bahkan adat
istiadat serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab. Pada masa Bani Umayah (sejak Khalifah Abd
Malik bin Marwan), berkembang istilah Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban
oleh Bani Umayah di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan
Bani Umayah antara lain dalam pengangkatan kepala-kepala wilayah dari bangsa
arab untuk ditempatkan pada wilayah-wilayah yang dikuasai. Disamping itu ia
mengajarkan bahasa arab diseluruh wilayah Islam. Penerjemahan buku-buku
berbahasa asing ke dalam bahasa arab.
5)
Kebijakan politik Dinasti Umayyah lainnya adalah upaya-upaya perluasan
wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah, Uqbah bin Nafi' berhasil menguasai
Tunis yang kemudian didirikan kota Qairawan sebagai pusat kebudayaan Islam pada
tahun 760 M. Di sebelah, Muawiyyah memperoleh daerah Khurasan sampai ke Lahore
di Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke Bizantium dan dapat
menundukkan Rhodes dan pulau-pulau lain di Yunani. Pada tahun 48 H, Muawiyyah
merencanakan penyerangan laut dan darat terhadap Konstantinopel, tetapi gagal
setelah kehilangan pasukan dan kapal perang mereka.
Zaman Walid I, dengan dibantu tiga orang pimpinan pasukan terkemuka sebagai
penaduduk yaitu: Qutaybah Sbin Muslim, Muhammad bin al Qasim dan Musa bin
Nashir, ekspansi ke barat dan ke mencapai keberhasilan. Ekspansi ke barat
dilakukan oleh Musa bin Nashir, berhasil menundukkan Aljazair dan Maroko,
kemudian ia mengangkat Tariq bin Ziyad sebagai wakilnya untuk memerintah di
daerah itu dan melakukan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia Barat di
Spanyol untuk ditaklukkan, akhirnya Toledo ibukota Spanyol jatuh ke tangan
pasukan muslim menyusul kota Seville, Malaga, Elvira dan Cordoua yang kemudian
menjadi ibukota Spanyol Islam (al Andalus).
Setelah
menaklukkan Spanyol, Musa bin Nashir ambil bagian ke Spanyol dan melanjutkan
ekspansinya dengan merampas Carmona, Cadiz di sebelah tenggara dari Calica di
sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk meneruskan ekspansinya ke sebelah
selatan Perancis, namun ada kekhaiwatiran dari Walid I atas pengaruh Musa bin
Nashir yang mungkin akan memproklamirkan seluruh negara yang ditaklukkan, maka
Walid 1 memerintahkan untuk mangakhiri ekspansinya ke Eropa dan memanggil Musa
dan Tariq ke Damaskus.
Di masa
Abdul Malik, Qutaybah diangkat oleh al Hajjaj bin Yusuf, gubernur Khurasan,
menjadi wakilnya pada tahun 86 H.Bersama pasukannya, Qutaybah dapat menundukkan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Masarkand. Usaha ekspansinya ke Cina di
urungkan, karena delegasinya disuruh kembali kepada pemimpinnya dengan saling
tukar menukar cenderamata, Qutaybah menerima uang dan mencetak materai dengan
bantuan pemuda kerajaan kemudian menjelajahi kekuasannya dan pulang ke Merv,
ibukota Khurasan.
Muhammad bin Qasim dipercaya oleh al Hajjaj untuk menundukkan India. Pada
tahun 89 H, ia menuju ke Sind dan mengepung pelabuhan Deibul di muara sungai
Indus, kemudian tempat itu diberi nama Mihram. la memperluas penaklukannya
hingga ke Maltan sebelah selatan Punjab dan Brahmanabat.
2. Dinamika Ekonomi
Kemenangan-kemenangan
yang diperoleh umat Islam secara luas itu, menjadikan orang-orang Arab
bertempat tinggal di daerah penaklukan dan bahkan menjadi tuan-tuan tanah.Kepada
pemilik tanah diwajibkan oleh Dinasti Umayyah untuk membayar pajak tanah, namun
pajak kepala hanya berlaku kepada penduduk non muslim sehingga mengakibatkan
banyaknya penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan
negara berkurang, namun demikian dengan keberhasilan Dinasti Umayyah
menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium Byzantium,
sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas
negara. Kebijakan Dinasti di bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan aman
untuk laiu lintas darat dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke
Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan
wewangian, sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk
mencari rempah-rempah, bumbu. kasturi, permata, logam mulia, gading dan
bulu-buluan.Keadaan demikian membuat kota Basrah dan Aden di teluk Persi
menjadi lalu lintas perdagangan dan pelabuhan dagang yang ramai, karena
kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam yang menuju ke Syiria dan
Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan perdagangan ini telah mendorong
meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah.
Pada masa
khalifah Abdul Malik, telah dirintis industri kerajinan tangan berupa tiraz
(semacam bordiran) yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para
pembesar pemerintahan, format tiraz bertuliskan lafaz "La Ilaaha Ilia Allah". Guna
memperlancar produktifitas pakaian resmi kerajaan, maka Abdul Malik mendirikan
pabrik-pabrik kain, dan setiap pabrik diawasi oleh Sahib at Tiraz yang
bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menyelidiki hasil karya dan
membayar gaji mereka.
3.
Dinamika Sosial
Seperti yang suda di jelaskan
sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah, bangsa Arab
mendapatkan posisi terhormat daiam masyarakat. Pada umumnya, bangsa Arab
merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok masyarakat yang
membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab, berpengaruh positif
pada motivasi orang-orang non-Arab untuk memeluk agama Islam. Kebijakan ini
juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan pemakaian bahasa Arab dengan
cepat.
Salah satu
permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah
munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap Mua'wiyah yang mengubah sistem
sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi kerajaan yang mewariskan tahta
kepada keturunan raja.
4.
Intelektual dan Keagamaan
Di zaman
pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak bahasa yang digunakan dalam
administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha Salih
bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa Arab
sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di seluruh negeri sehingga
perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang bahasa Arab mendorong
lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya tulisnya al Kitab menjadi
pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Dalam daerah
kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu Yunani Iskandariyah.
Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur yang semula dikembangkan oleh imuwan-ilmuwan
Yahudi, Nasrani dan Zoroaster Khalifah Khalid bir'i Yazid bin Muawiyyah yang seorang
orator dan berpikiran tajam berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi,
kedokteran dan kimia.
Khalifah
Walid bin Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimarstan, yaitu rumah sakit
sebagai tempat berobat, perawatan orang sakit dan studi kedok-teran yang berada
di Damaskus, sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz menyuruh para ulama secara
resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi, dan selain itu ia bersahabat dengan
ibn Abjar, seorang dokter dan Iskandariah yang kemudian menjadi dokter pribadinya.
Pengaruh lain dan ilmuwan kristen
itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan secara sistematis, selain itu berubah
pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada sistem tulisan menurut
aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung dalam pengembangan ilmu
adalah golongan non Arab dan telaahnya pun sudah meluas sehingga ada
spesialisasi ilmu menjadi : ilmu pengetahuan bidang agama, bidang sejarah,
bidang bahasa dan bidang filsafat.Ilmuwan itu antara lain Sibawaihi, al Farisi,
al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy, Abu Zubair, Muhammad bin Muslim bin Idris dan
Bukhari Musiim (ahli Hadits) dan Mujahid bin Jabbar (ahli tafsir).
5.
Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
Ekspansi Islam yang berlangsung dari
pertengahan abad ke tujuh sampai permulaan abad ke delapan, salah satu hasilnya
ialah terintegrasinya daerah-daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan
sosial politik yang disebut Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu
merupakan suatu kawasan ekonomi yang terpadu dala suatu jaringan pasaran
bersama. Wilayah inti meliputi daerah-dearah bekas kerajaan Persia, Imperium
Bizantium di Suria dan Mesir serta daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika
Utara dan Spanyol) itu, merupakan salah satu jaringan penting dari rute utama
perdagangan Internasional yang
terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia
Tengah.
D.
Kedudukan Amir al-Mu’minin
Pada masa
ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang temporal
sedangkan urusan keagamaan di urus oleh para ulama. Berbeda dengan Khulafa
al-Rasydun yang menguasai keduanya. Dan pada masa ini khalifah diangkat secara
turun temurun dari keluarga Umayah.
E.
Sistem Fiskal
Sumber uang
masuk pada Dinasti Bani Umayah, pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
Walaupun demikian ada beberapa tambahan seperti al-Dharaaib yaitu kewajiban
yang harus dibayar oleh warga negara dan terdapat pajak-pajak istimewa. Adapun
saluran uang keluarnya sama seperti permulaan Islam, seperti gaji para pegawai
dan tentara, serta biaya tata usaha negara, pembangunan pertanian termasuk
irigasi dan penggalian terusan-terusan, ongkos bagi orang-orang hukuman dan
tawanan perang, perlengkapan perang, serta hadiah-hadiah kepada para pujangga
dan para Ulama.
Pada masa
Umayah di cetak mata uang muslimin secara teratur dan pembayaran dengan mata
uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khattab sudah dicetak mata uang kaum
muslimin namun belum begitu teratur seperti pada khalifah Abdul Malik bin
Marwan.
F.
Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin
Abdul Aziz
Interregnum
ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana pada peerintahan
yang dulunya kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi kepada masa yang
damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya ini banyak orang yang
masuk Islam. Dan mengadakan dialog dengan orang syi’ah dan khawarij sehingga
mereka puas dan tidak mengganggu lagi. Namun kedamaian dan kemakmuran ini
dimanfaatkan oleh Bani Hasyim untuk membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini
terdiri dari orang-orang Syi’ah dan keluarga Abbas. Gerakan inilah yang
berhasil menumbangkan bani Umayah nantinya.
G.
Sistem Peradilan
Kehakiman
pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi memutuskan
perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman belum
terpengaruh dengan politik.
H.
Pembangunan Peradaban, Intelektual, bahasa dan sastera
Arab.
Masa Bani
Umayah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban Islam yang nanti pada
masa Bani Abbas merupakan puncak dari peradaban Islam. Pada masa ini ilmu
Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang aling menonjol adalah ilmu tafsir
dan ilmu hadits. Dan terjadi pengumpulan hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz yang dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari. Muncul juga ilmu Nahwu (tata
bahasa Arab) sehingga Sibawaihi menyusun al-kitab untuk memperlajari tata
bahasa arab.
Khalifah
Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa Yunani yang mengandung berbagai macam
Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada masa ini mulai mengenal ilmu kedokteran,
ilmu Kalam, seni bangunan (architecture) dan sebagainya. Diantara peninggalan
seni bangunan yang terkenal sampai sekarang adalah Qubbah al-Sakhr (Dome of
the Rock) yang didirikan di Yerussalem pada 91 H pada masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik.
I.
Sistem Militer
Pada masa
Dinasti Bani Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan dipaksa atau setengah
dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam undang-undang
wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
Politik
ketentaraan dari Bani Umayah, yaitu politik Arab, dimana anggota tentara
haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu mereka
terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara karena
wilayah mereka yang luas meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain.
1.
Perluasan Ke
Asia Kecil
Dengan
armada laut yang terdiri dari 1700 kapal, lengkap dengan perbekalan dan
persenjataannya. Lalu Mu’awiyah menyerang pulau-pulau dilaut tengah sehingga
berhasil menduduki pulau Rhodes tahun 53 H dan pulau Kreta tahun 54 H. Kemudian
di serang kota Konstatinopel. Pulau-pulau ini dekat Cyprus yang telah
ditaklukkan pada zaman Usman. Penyerangan ini dipimpin oleh Janadah bin Abi
Umayah. Kemudian mengepung kota Konstatinopel di bawah pimpinan Yazid bin
Mu’awiyah dan didampingi oleh pahlawan Islam yang berani seperti Abu Ayyub
al-Anshar, Abdullah ibnu Zuber, Abdullah ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Pengepungan
ini selama 7 tahun (54-61 H). Abu Ayyub al-Anshar gugur pada peperangan ini.
Penyerangan pertama ini gagal karena ada pengkhianatan Loen Mar’asy.
2.
Perluasan ke
Timur
Ke arah
Timur dapat menaklukkan daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan dari
Afghanistan sampai ke Kabul. Kemudian diteruskan pada zaman bd. Malik di bawah
pimpinan Al- Hajjaj ibn Yusuf. Kemudian dapat menundukkan daerah Balkh,
Bukhara, Khawarizan, Fergnana, dan Samarkand. Selanjutnya pasukan muslim juga
samapi ke India serta dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab
sampai ke Multan (713 H).
3.
Perluasan ke
Afrika Utara
Uqbah ibn
Nafi’ al-Fahri telah menetap di Barqah setelah wilayah itu dikuasai. Oleh
karena kemahiran dan keberaniannya, ia mengalahkan armada Bizantium di daerah
pantai, barbar dipedalaman, serta Tripoli dan Fazzan.
Kekuatan
Maritim Islam menjadi lebih berkembang pada masa Umayah timur. Pada masa
Khalifah al-Walid. Jenderal Thariq bin Ziyad dapat menyeberangkan ajaran Isla
ke Spanyol. Dan pada tahun 95 H/ 713 M dapat membebaskan rakyat Spanyol dan
Eropa dari penindasan bangsa Visigoth (Gothik) Barat yang telah berkuasa selama
300 tahun.
J.
Pemberontakan: al-Mukhtar ibn Ubaid dan Abdullah ibn
Zubair
Ketika Yazid
ibn Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka Madinah tidak mau menyatkan
setia kepadanya. Yazid kemudian mendirim surat kepada Gubernur Madinah meminta
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini semua
orang terpaksa tunduk kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Pada
tahun 680 M, Husein pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syiah
di Irak. Umat Islam di daerah ini mengakui khaifahnya adalah Husein. Sehingga
terjadi pertempuran dan tentra Husein kalah sedangkan Husein mati terbunuh.
Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di
Karbela.
Gerakan
Syiah semakin keras, gigih dan tersebar luas. Pemberontakan yang paling
terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687
M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum mawali di Persia, Armenia dan
lain-lain, Mukhtar terbunuh oleh pasukan
oposisi lainnya yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
Abdullah ibn
Zubair baru secara terbuka menyatakan khalifah setelah Husein bin Ali terbunuh.
Tentara Yazid kemudian mengepung Mekah dan akhirnya terjadi pertempuran, pada
pertempuran ini Abdullah bin Zubair dikabarkan wafat, maka tentara Yazid
kembali ke Damaskus. Gerkaan Abdullah ini baru dapat dihancurkan pada masa
khalifah Abdul Malik pada tahun 693 M.
K.
Prestasi Dinasti Umayyah
1. Bidang Fisik
Dalam pembangunan fisik, pada
Diansti Umayyah telah didirikan pos-pos yang pada pemerintahan sebelumnya tidak
ditemukan. Lebih lengkapnya, dapat dikatakan bahwa beberapa prestasi Dinasti
Umayyah dalam pembangunan fisik adalah sebagai berikut:
a. Membangun
pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.
b. Membangun
jalan raya.
c. Mencetak
mata uang.
d. Membangun
panti asuhan.
e. Membangun
gedung pemerintahan.
f.
Memblingun
mesjid.
g. Membangun
rumah sakit.
h. Membangun
sekolah studi kedokteran.
2. Perluasan Wilayah Kekuasaan.
Dalam hal
perluasan wilayah, Dinasti Umayyah menjalankan
ekspansi sebagai berikut:
a.
Menguasai Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi'.
b.
Menguasai Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur.
c.
Menguasai Bizantium.
d.
Menguasai Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani.
e.
Di sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan Maroko.
f.
Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakni Toledo,
Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova.
g.
Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica.
h.
Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand.
i.
Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.
L.
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Bani Umayah
Dinasti yeng
didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan ini, dari beberapa khalifah yang
memegang kekuasaan, hanya beberapa orang saja yang dianggap berhasil dalam
menjalankan roda pemerintahannya antara lain : Muawiyyah bin Abu Sofyan, Abdul
Malik bin Marwan, al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin
Abdul Maiik, selain mereKa itu merupakan khalifah yang lemah. Dinasti ini
mencapai puncaknya pada masa al Walid I bin Abdul Malik dan kemudian akhirnya
menurun dan kekuasaan mereka direbut oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750 M.
Diantara
faktor penyebab keruntuhan Dinasti Umayyah ini, menurut Hasan Ibrahim Hasan
adalah :
1. Pengkatan Dua Putera Mahkota
Perubahan
sistero kekuasaan, dari sistem demokrasi kepada monarchi yang dirintis
Muawiyyah bin Abu Sofyan, berakibat pada tumbuhnya bibit permusuhan dan
persaingan diantara sesama anogota keluarga dinasti dan ditambah dengan langkah
pengangkatan dua putera mahkota yang diberi mandat, agar putera mahkota yang
kedua sebagai pelanjut sesudah yang pertama, hal itu dilakukan khalifah Marwan
bin al Hakim dengan mengangkat Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz,
berikutnya adalah Abdul Malik mengikuti jejak mendiang ayahnya dengan
mengangkat puteranya, yatu al Walid dan Sulaiman. Langkah ini tidak hanya
menjadi permusuhan dan persaingan diantara sesama anggota keluarga tetapi juga
merembet masuk di lingkungan para panglima dan pejabat.
2. Munculnya Fanatisme Suku
Setelah
Yazid bin Muawiyyah meninggal, fanatisme suku menyebar di tengah-tengah kabilah
Arab namun belum sampai membahayakan kekuatan Bani Umayyah dari rongrongan
kakuatan lain yang menginginkan kehancurannya sebagai pemegang supremasi
politik umat Islam.
Kondisi
tersebut masih dapat dikendalikan terlebih dengan tampilnya Umar bin Abdul Aziz
sebagai khalifah, ia seorang yang saleh dan adil. Dalam masa pemerintahannya
diisi dengan memperbaiki kerusakan yang dilakukan oleh para khalifah Bani
Umayyah sebelumnya, sehingga legalitas kepemimpinannya diakui dan diterima oleh
semua pihak yang tidak mengakui pemerintahan Bani Umayyah. la terbebas dari
fanatisme suku, karena ia tidak mengangkat seorang menjadi gubernur melainkan
berdasarkan kecakapan dan keadilan yang dimiliki oleh yang bersangkutan.
Namun ketika
Umar bin Abdul Aziz wafat, dan kekhalifahan dipegang Yazid bin Abdul Malik,
saat itu fitnah dan perselisihan diantara bangsa Arab utara (Arab Mudhar) /suku
Qais dengan Arab selatan (Arab Yaman) /bani Kalb memanas, yang kemudian
terjadi perang Murj Rahith,yang mengkibatkan terbunuhnya al Mulahhab bin Abu
Shufrah dari Arab Yaman, ia seorang yang telah mengabdi seluruh hidup dan
potensinya pada Bani Umayyah, yaitu pembelaannya dalam perang al Azariqah
menghadapi kaum khawarij, berjuang memerangi penduduk Khurasan dan al Khazar serta
orang-orang Turki. Sepeninggal al Mulahhab, tampillah puteranya yang menjadi
perhatian dan tumpuhan pihak Arab Yamani untuk merongrong kedaulatan Dinasti
Umayyah. Namun demikian Bani Umayyah sekali waktu berpihak kepada Arab Qais dan
dilain waktu kepada Arab Yaman.
Fanatisme
suku dapat dilihat ketika Yazid bin Abdul Malik mengangkat saudaranya yaitu
Maslamah sebagai gubernur wilayah setelah mereka berjasa menumbangkan
pemberontakan putera al Mulahhab, dan juga mengangkat Umar bin Kubairah yang
berasal dari suku Qais.
Ketika Yazid
wafat dan saudaranya yaitu Hisyam naik tahta maka khalifah baru menilai bahwa
posisi orang-orang Qais dalam pemerintahan sudah terlalu kuat, dan hal ini,
menurut Hisyam adalah membahayakan kelangsungan pemerintahan Bani Umayyah,
kemudian ia mengambil tindakan dengan cara mengenyahkan orang-orang Qais dari
kekuasaan dan balik berpihak kepada unsur Yamani, ini dimaksudkan agar kadua
unsur tersebut berimbang.Untuk itu ia
mengangkat Khalid bin Abdullah al Qasari sebagai gubernur Irak, dan juga
mengangkat saudara Khaiid yaitu Asad sebagai gubernur Khurasan. Dengan demikian
kekuatan unsur Yamani kembali berperan dan kekuatan unsur Qaisi melemah,
kemudian orang-orang dan unsur Yamani berkesempatan menumpahkan balas dendam
mereka kepada orang-orang dari unsur Qaisi.
Demikianlah
fanatisme suku yang telah mencabik-cabik Dinasti Umayyah. sehingga negara
menjadi ajang bagi tumbuhnya beragam fitnah dan kerusuhan dan kemudian
keruntuhan dinasti ini teriadi.
3.
Terlena Dalam Kemewahan
Pola hidup
sebagian khalifah Dinasti Umayyah yang sangat mewah dan senang berfoya-foya
sebagai warisan pola hidup para penguasa Bizantium adalah faktor lain yang
telah menanam andil besar bagi keruntuhan dinasti ini. Yazid bin Muawiyyah
adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah sangat terkenal sebagai pengagum
berat wanita, memelihara para penyanyi wanita, memelihara burung buas, singa
padang pasir dan seorang pecandu minuman karas.
Prilaku
Yazid bin Abdul Malik juga tidak lebih baik dari Yazid bin Muawiyyah, ia adalah
pemuja wanita dan penggemar pesta pora. Begitu pula dengan puteranya yaitu al
Walid, ia seorang khalifah yang sangat senang dengan kehidupan serba mewah dan
terlena dengan romantika asmara.
4. Fanatik Arab
Dinasti
Umayyah adalah muni daulat Arab, sehingga ia sangat fanatik kepada bangsa Arab
dan kearabannya. Mereka memandang orang non Arab (mawali) dengan pandangan
sebelah mata, sehingga menimbulkan fitnah diantara sesama kum Muslimin,
disamping itu pula telah membangkitkan nasionalisme di dalam Isiam. Bibit
daripada geraka tersebut adalah anggapan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang
paling utama dan mulia dan bahasa Arab adalah bahasa yang paling tinggi
dibanding dengan yang lain.
Tindakan
diskriminatif tersebut telah membangkitkan kebencian kaum mawali kepada Bani
Umayyah, akhirnya sebagai kaum tertindas mereka selalu mencari waktu yang tepat
untuk melampiaskan kebenciannya. Mereka menggabungkan diri dengan al Mukhtar
dan kaum khawarij untuk bersekutu dan ditambah dengan propagandis kaum abassi
untuk memberontak dan menggulingkan Dinasti Umayyah.
Sekutu tersebut melakukan gerakan
oposisi terhadap Dinasti Umayyah dengan pimpinan Muhammad bin Ali dan kemudian
dilanjutkan kedua puteranya yaitu ibrahim dan Abu Abbas yang didukung oleh masyas-akat
pendukung Ali di Khurasan. Di bawah pimpinan panglimanya yang tangkas, yaitu
Abu Muslim al Khurasani, gerakan ini dapat menguasai wilayah demi wilayah
kekuasaan Dinasti Umayyah dan bahkan dalam partempuran di Zab Hulu sebelah
Mosul, Marwan II. khalifah terakhir Dinasti Umayyah dapat dikalahkan, Marwan II
di bunuh di Mesir pada bulan Agustus 750 M dan berakhirlah kekuasaan Dinasti
Umayyah di Damaskus.
Menurut
Yatim Badri, secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang
berujung pada kehancuran Dinasti Bani Umayyah adalah:
1.
Perebutan kekuasaan antara anggota keluarga istana, pengaturan yang tidak
jelas mengenai pergantian khalifah. Sistim pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas.
2.
Latar
belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah
(pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa
pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini
banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa
kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays)
dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya
pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan
agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5.
Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah
dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dinasti
umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini
sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan
namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali
yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah
setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya
ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah
(‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
2.
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka
pemerintahan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung
pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau
kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk
meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
3.
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan.
Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara,
India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10
provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan
dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang
terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang
sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur,
dan dalam bidang pendidikan.
4.
Kemunduran
dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya
adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan
dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara
dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin
pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani
Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mansur Suryanegara, Api
Sejarah, (Bandung: Salamadani, 2012), cet ke-5
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam
Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana, 2003)
A. Hasymy, Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975)
A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Jakarta: Widjaya, 1951)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994)
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban
Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1978), jilid 1
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, terj, Jahdan Ibn Human (Yogyakarta; Kota Kembang. 1995)
Jousouf
Souyb, Sejarah Umayyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah
Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta, Prenada Media, 2010)
Philip.K.Hitti,
Dunia Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P Sihombing (Bandung
Sumur Bandung.tt)
Siti Maryam
(Ed), Sejarah Peradaban
Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: SPI Adab IAIN
Sunan Kalijaga, 2002)
W.
Montgomary Watt, Pergolakan Pemikiran
politik Islam, (Jakarta: Bennabi Cipta, 1985)
0 Komentar untuk "Makalah Dinasti Bani Umayyah"